LAPORAN PRAKTIKUM RESIN UREA FORMALDEHID

ILMU TEKNIK KIMIA II 

LABORATORIUM PROSES INDUSTRI KIMIA


RESIN UREA FORMALDEHID

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Polimerisasi merupakan salah satu proses yang penting dalam industri proses. Adapun dua kelas utama dari polimer yakni resin dan emulsi (Hlaing dan Mya, 2008). Penelitian dan aplikasi dari resin urea formaldehid dalam sejarah sudah berlangsung lebih dari 100 tahun. Karena biayanya yang rendah, teknik sintesis yang mudah dan ikatan yang tahan air, urea formaldehid adalah salah satu perekat penting yang digunakan dalam industri kayu. Urea formaldehid terdiri dari  formaldehid bebas dan jumlahnya proporsional dengan kekuatan ikatannya. Resin urea formaldehid dengan sedikit formaldehid bebas bias dihasilkan dengan rasio molar F/U yang rendah (Qiaojia, dkk., 2006).

Resin urea formaldehid merupakan suatu perekat yang digunakan dalam pembuatan kayu lapis interior. Beberapa bahan dapat ditambahkan pada resin tersebut untuk mengurangi penggunaan perekat. Urea formaldehid merupakan salah satu jenis perekat yang banyak dipakai dalam industri kayu lapis di Indonesia. Perekat ini dibuat tidak dalam bentuk siap pakai, melainkan harus dilakukan pencampuran terlebih dahulu dengan ekstender dan pengeras (Santoso dan Sutigno 2010).

Resin urea formaldehid adalah salah satu contoh polimer yang merupakan hasil kondensasi urea dengan formaldehid. Urea formaldehid (dikenal juga sebagai urea metanal) adalah suatu resin atau plastik termoset yang terbuat dari urea dan formaldehid yang dipanaskan dalam suasana basa lembut seperti amoniak atau piridin (Putri dan Nurul, 2011).

 Urea Formaldehid (UF) adalah perekat sintetis hasil reaksi polimerisasi kondensasi antara urea dengan formaldehid yang dapat digunakan sebagai bahan perekat/lem pada industri plywood dan furniture. Bahan perekat urea formaldehid adalah salah satu contoh polimer yang merupakan hasil polimerisasi kondensasi urea dengan formaldehid. Kelebihan perekat jenis urea formaldehid yaitu tidak mudah terbakar, tingkat kematangan cepat, berwarna terang, dan harganya murah (Adi, dkk., 2015)

Selain resin alami, sekarang lebih dikembangkan resin sintetis. Salah satu resin sintetis yang banyak digunakan adalah resin urea formaldehid. Resin urea formaldehid diperoleh dari reaksi kondensasi antara urea dan formaldehid. Oleh sebab itu dirasa perlu dilakukan percobaan reaksi pembuatan resin urea formaldehid di dalam skala laboratorium.

1.2       Tujuan Percobaan

            Adapun tujuan percobaan pembuatan resin urea formaldehid ini adalah untuk mempelajari pengaruh perubahan kondisi reaksi terhadap kecepatan reaksi dan hasil pada tahap intermediate.

1.3       Manfaat Percobaan

            Manfaat yang dapat diperoleh dari percobaan resin urea formaldehid ini adalah agar praktikan mengetahui mekanisme percobaan resin urea formaldehid dalam skala laboraturium.

1.4       Ruang Lingkup Percobaan

            Percobaan resin urea formaldehid ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Bahan-bahan yang digunakan yaitu formaldehid (CH2O) 37%, urea (CO(NH2)2), amonia (NH3), natrium karbonat (Na2CO3), asam sulfat (H2SO4) 0,2 N, natrium sulfat (Na2SO4) 1 N, etanol (C2H5OH) 96%, phenolphthalein ((C6H4OH)2C2O2C6H4) dan aquadest (H2O). Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini seperti beaker glass, bunsen, buret, cawan porselen, corong gelas, erlenmeyer, gelas ukur, kaki tiga, kertas indikator pH, labu leher tiga, penangas pasir, piknometer, pipet tetes, pipet volumetrik, refluks kondensor, stopwatch, satif dan klem, termometer, dan timbangan elektrik. Analisa yang dilakukan pada percobaan ini antara lain analisa densitas sampel, analisa pH, analisa kadar formaldehid bebas dan kadar resin. Adapun variabel-variabel tetap dalam percobaan ini adalah:

1.      Perbandingan formaldehid : urea                    = 5 : 4

2.      Massa katalis (NH3)                                       = 35% dan 40% dari massa total

3.      Massa buffering agent (Na2CO3)                   = 40% dari massa katalis

4.      Suhu                                                                = 85 °C

5.      Selang waktu pengambilan sampel                 = 8 menit

6.      Volume pengambilan sampel                         = 10 ml


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1     Resin

Resin adalah setiap golongan padat, semi padat atau cairan organik umumnya produk asal alam atau sintetik dengan berat molekul tinggi dan tanpa titik leleh. Fungsi utama dari resin adalah untuk mentransfer stres antara serat penguat, bertindak sebagai lem untuk menahan serat bersama-sama, dan melindungi serat dari kerusakan mekanik dan lingkungan. Selain itu, resin adalah senyawa alami atau sintetis yang dimulai dalam keadaan sangat kental dan mengeras dengan pengobatan. Biasanya, resin larut dalam alkohol, tetapi tidak dalam air (Ishak, 2012).

Resin adalah suatu bentuk material yang masih dapat diproses menjadi bentuk akhir suatu produk. Resin diklasifikasikan menjadi dua yaitu resin alam dan resin sintetis. Resin alam adalah senyawa karbon yang mengandung oksigen dan nitrogen, secara umum resin alam adalah berupa cairan kental yang lengket atau memiliki sifat cair. Resin ini akan mengeras perlahan-lahan bila terkena udara terbuka, berwarna agak kuning dan tidak larut dalam air, tetapi larut habis dalam CS2 dan beberapa pelarut seperti benzena, alkohol, dan eter.

Resin sintetis dikembangkan oleh Leo Hemdrik Bakeland pada tahun 1909. Materialnya dibuat dari phenol dan formaldehid. Ternyata dari pengembangan ini diketahui bahwa resin sintetis mempunyai kesamaan dengan resin alam.

Resin berguna sebagai perekat butiran-butiran sehingga menjadi bentuk tertentu yang diinginkan. Resin akan bekerja sebagai perekat secara cepat bila kerja resin dibantu oleh katalis. Kerja resin lebih sempurna lagi atau proses hardening sempurna, bila ada accelerator atau panas (Santi, 2009).

2.2     Resin Urea Formaldehid

Resin Urea Formaldehid (UF) merupakan pengikat utama untuk komposit kayu, seperti particle boards, fiber boards atau kayu lapis. Dalam penggunaan resin UF, kelarutan dalam air, adhesi yang baik, tingkat curing tinggi dan biaya rendah adalah sifat menarik. Kelemahan resin urea formaldehid adalah ketahanan terhadap air rendah dan emisi formaldehid dari wood boards, hasil dari stabilitas rendah ikatan amino-metilen. Parameter kunci dalam penurunan emisi formaldehid adalah menurunkan rasio formaldehid/urea (F/U) dalam sintesis resin urea formaldehid menjadi 1,05. Hal ini menyebabkan pengurangan ikatan kelompok silang dalam resin urea formaldehid, menurunkan kekuatan dan ketahanan terhadap air dalam boards (Christjanson, dkk., 2006).

Polimer termoset seperti urea formaldehid (UF) dan melamin formaldehid merupakan resin yang paling banyak digunakan dari resin amino. Namun demikian, penerimaan dari resin amino sebagai bahan pelarut seperti industri pelapisan terhambat oleh beberapa di dalamnya terkandung kualitas yang kurang baik seperti kerapuhan, tahan air yang buruk dan emisi formaldehid. Conner (1996) melaporkan bahwa prosedur untuk sintesis resin UF menawarkan berbagai kondisi yang membuat sintesis resin tidak diawetkan yang mungkin memiliki penting properti seperti gel, taktik waktu dan spreadability. Emisi dan daya tahan formaldehid dari resin yang dikeraskan dapat dikendalikan dan secara khusus disesuaikan untuk tujuan akhir menggunakan dari resin (Osemeahon & Barminas, 2007).

Saat ini diyakini bahwa penyusutan volume (15-25 %) dari resin urea formaldehid selama proses curing disebabkan karena meningkatnya densitas dari urea polimer akibat penambahan jumlah ikatan kimia dari proses polikondensasi. Perubahan volume menyebabkan perubahan pada polimer hasil curing dalam hal tegangan. Oleh karena itu modifikasi kimia pada resin urea formaldehid perlu dilakukan, tujuannya adalah untuk membentuk oligomer yang mempunyai berat molekul lebih tinggi untuk mengoptimalkan jumlah reaksi polimerasi kondensasi. Tujuan yang sekarang adalah untuk membentuk pengaruh dari penambahan zat perekat lateks komposit pada proses curing dari resin urea formaldehid. Hasil penelitian antara stabilitas panas resin hasil curing murni dengan resin hasil penambahan zat perekat lateks komposit  telah memastikan hipotesis  bahwa terjadi  pengurangan jumlah ikatan yang terbentuk dari proses curing (Snycheva, 2006).

Nilai pH, kepadatan isi, dan katalis resin urea formaldehid memainkan peran penting dalam menyediakan gabungan pH lingkungan di antara kayu dan resin urea formaldehid. Untuk mendapatkan kekuatan yang optimum, waktu pemberian tekanan dan suhu harus disesuaikan dengan pH lingkungan. Dengan demikian, investigasi dari efek nilai pH, kepadatan isi, dan katalis resin urea formaldehid di waktu gel sangat penting untuk parameter efektif untuk diaplikasikan pada komposit kayu dasar (Xing, dkk., 2006).

2.3    Proses Pembuatan Resin Urea Formaldehid

        Resin formaldehid dibuat dengan mereaksikan formaldehid dengan berbagai zat-zat seperti urea dan fenol. Reagen-reagen tersebut dicampur untuk membentuk polimer termoset sambung silang yang digunakan dalam kayu yang disusun kembali (misalnya kayu lapis) dan perekat kayu (Biddle dan Packer, 1992).

Resin urea formaldehid (UF) merupakan produk polikondensasi urea dan
formaldehid baik dalam media basa atau netral atau asam atau alkali / asam. Moulding ke partikel bubuk urea formaldehid (UF) atau ikatan dengan resin urea formaldehid  (UF) biasanya menghasilkan produk unggulan sebanding dengan kondensasi formaldehid lain (petrokimia) plastik, tetapi hanya dapat digunakan dalam interior non-struktural aplikasi. Resin urea formaldehid (UF) memiliki warna jelas, proses curing yang cepat, dan membentuk ikatan yang kuat di bawah berbagai kondisi yang lebih luas. Juga, karena biaya pembuatan urea - formaldehid resin relatif paling murah, dan bahan baku yang mudah diperoleh, resin  urea formaldehid (UF) mungkin adalah perekat petrokimia sintetis yang paling murah. Polikondensasi urea dengan formaldehid biasanya menghasilkan obligasi hydrolytically yang sensitif, rantai ikatan hidrogen yang kuat, dan kepadatan sambung silang yang selalu meningkatkan kepekaan sensitivitas dalam aplikasi stress bearing. Sebagai akibatnya, produk UF – kayu terikat ini biasanya terbatas pada interior, aplikasi non - struktural karena kecenderungannnya untuk terhidrolisis bila dalam kelembaban tinggi dan atau suhu yang tinggi pula (Obichukwu, 2005).

Proses resinifikasi untuk urea formaldehid itu terjadi dalam dua tahap utama, yaitu metilolasi dan kondensasi. Pada langkah metilolasi, urea dan formaldehid yang bereaksi di bawah kondisi yang terkontrol menggunakan katalis basa. Biasanya, tahap metilolasi dilakukan pada pH sekitar 8,0. Tahap metilolasi biasanya menghasilkan padatan terlarut dalam campuran metilol, monometilol urea, dan dimetilol urea dan trimetilol urea.

                     pH=8

NH2CONH         +           CH2O                               NH2CONHCH2OH

Urea                            formaldehid                            monometilol urea

                                                                       pH =8

NH2CONHCH2OH    +    CH2O                                 HOCH2NHCONHCH2OH

dimetil urea

              pH =8

HOCH2NHCONHCH2OH    +  CH2O                       (HOCH2)2NCONHCH2OH

Trimetitol urea

Gambar 2.1 Reaksi Metilolasi Urea Formaldehid

(Ibeh, 1999)

Reaksi metilolasi urea dikendalikan sehingga 1 mol urea
digabung dengan 2 mol formaldehid untuk menghasilkan dimetilol urea yang dominan. Tahap kedua dari proses resinifikasi melibatkan kondensasi dari jenis metilolasi dengan adanya katalis asam, yang bila dilakukan sampai selesai, hasil dalam resin, sepenuhnya mengeras dapat dicairkan dengan jembatan metilen. Hasil reaksi kondensasi yang telah ditentukan titik akhirnya, dan resin intermediate didinginkan. Resin intermediate distabilkan dengan menyesuaikan pH sampai sekitar 7,0-8,0. Kondensasi dari metilolasi setara dengan 2 mol urea bereaksi dengan 1 mol formaldehid untuk membentuk resin urea formaldehid (Ibeh, 1999).

 

NH2CONH +   CH2O              NH2CONH-CH2-NHCONNH2 + H2O

     urea                formaldehid                  urea formaldehid               air

 

Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Resin Urea Formaldehid

(Ibeh, 1998)

2.4    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Resin Urea Formaldehid

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan resin urea formaldehid adalah sebagai berikut:

1.        Katalis

Peningkatan tingkat katalis mengurangi pH dan gel waktu resin urea formaldehid. peningkatan jumlah dari katalis menyebabkan penurunan ketebalan pembengkakan dan penyerapan air dan perbaikan dalam sifat mekanik particleboards. Namun, penambahan katalis asam dapat meningkatkan degradasi dari resin urea formaldehid (Xing, dkk., 2006). Penggunaan katalis pada suatu reaksi akan meningkatkan laju reaksi, begitu juga yang terjadi pada reaksi urea formaldehid ini, laju reaksi nya akan meningkat jika digunakan katalis. Katalis yang digunakan pada percobaan ini adalah NH4OH (ammonium hidroksida) karena reaksi ini berlangsung dalam suasana basa (Putri dan Nurul, 2011).

2.      Viskositas

      Nilai viskositas produk urea formaldehid berbanding lurus dengan derajat polimerisasi. Oleh karena itu, kualitas produk urea formaldehid dapat diamati dari nilai viskositas, semakin lama waktu operasi maka nilai viskositasnya semakin besar. Hal ini dikarenakan urea formaldehid yang terbentuk semakin banyak (Adi, dkk., 2015).

3.    Densitas

Nilai densitas produk urea formaldehid   berbanding   lurus     dengan derajat polimerisasi. Oleh karena itu, kualitas produk urea formaldehid dapat diamati juga  dari nilai densitas (Adi, dkk., 2015).

4.    pH

Nilai pH untuk produk urea formaldehid dengan bertambahnya waktu relatif

tetap (Adi, dkk., 2015).

5.    Temperatur

Kenaikan temperatur selalu mengakibatkan peningkatan laju reaksi. Namun kenaikan temperatur ini dapat mempengaruhi jumlah produk yang terbentuk bergantung pada jenis reaksi tersebut (eksoterm dan endoterm). Oleh karena itu diperlukan suatu optimasi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kenaikan temperatur juga dapat menentukan berat molekul resin urea formaldehid. Hal tersebut dikarenakan adanya pembentukan pusat-pusat aktif yang baru sehingga memperkecil ukuran molekul resin (Putrid an Nurul, 2011).

6.    Waktu Reaksi

Jumlah dan sifat produk yang dihasilkan dari suatu reaksi juga dipengaruhi oleh waktu reaksi, semakin lama waktu reaksi maka jumlah produk yang dihasilkan juga semakin banyak akibatnya resin yang dihasilkan akan berkadar tinggi dan memiliki berat molekul yag tinggi (Putri dan Nurul, 2011).

2.5    Kegunaan Resin Urea Formaldehid

          Resin urea formaldehid merupakan resin  termoset yang digunakan terutama sebagai perekat kayu lapis, papan serat, partikel, dan industri perabot. Sebagai perekat kayu, resin urea formaldehid menguntungkan karena murah, memiliki pengolahan yang baik, pemulihan properti, dan tahan terhadap jamur dan rayap (Tang, dkk., 1995).

Penggunaan utama dari resin adalah dalam perekat dan dengan demikian digunakan dalam produksi pembentukan kembali hasil hutan seperti partikel dan kayu lapis serta kayu dilaminasi. Resin juga digunakan untuk berbagai keperluan lain termasuk pengobatan tekstil, cat dan enamel, kaca pengikat isolasi serat dan dalam industri pulp dan kertas (Biddle dan Packer, 2005).

Resin urea formaldehid diformulasikan di laboratorium untuk industri plywood. Ciri spesifik yang ditentukan pada resin urea formaldehid adalah padatan yang tidak mudah menguap, waktu gel, viskositas, dan lain-lain. Resin urea formal dehid dicampur dengan extender, filler dan NH4Cl (ammonium klorida). Campuran mengandung kira-kira 38,7% resin padat, 56,1% total padatan dan 43,9% air, digunakan untuk mengikat tiga jenis  plywood softwood dibawah 120 oC, 1379 kPa dan 4 menit kondisi tekanan panas. Panel plywood dicoba setelah penyabunan vakum  (48 oC)  (Oh dan Jong, 2004).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

 

3.1     Bahan Percobaan

          Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut:

1.    Amonia (NH3)

Fungsi: sebagai katalis.

2.    Asam Sulfat (H2SO4)

Fungsi: sebagai pentiter.

3.    Aquadest (H2O)

Fungsi: sebagai pelarut.

4.    Etanol (C2H5OH)

Fungsi: untuk melarutkan sampel.

5.    Formaldehid (CH2O)

Fungsi: sebagai reaktan.

6.    Natrium karbonat (Na2CO3)

Fungsi: sebagai buffering agent.

7.    Natrium sulfat (Na2SO4)

Fungsi: sebagai buffering agent.

8.    Phenolphtalein (C20H14O4)

Fungsi: sebagai indikator dalam titrasi.

9.    Urea (H2NCONH2)

Fungsi: sebagai reaktan.

 

3.2    Peralatan Percobaan

              Adapun peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

3.2.1     Peralatan Resinifikasi

1.      Beaker glass

        Fungsi: sebagai tempat mereaksikan reaktan.

2.      Bunsen

Fungsi: sebagai sumber api.

3.      Buret

Fungsi: sebagai tempat pentiter.

4.      Cawan porselen

Fungsi: sebagai tempat analisa kadar resin.

5.      Corong gelas

Fungsi: sebagai alat untuk mempermudah menuangkan larutan.

6.      Erlenmeyer

Fungsi: sebagai tempat titrasi dan tempat larutan.

7.      Gelas ukur

Fungsi: sebagai alat untuk mengukur volume larutan.

8.      Kaki Tiga

Fungsi: sebagai penahan penangas pasir.

9.      Kertas indikator pH

Fungsi: sebagai alat untuk megukur pH resin.

10.  Labu leher tiga

Fungsi: sebagai wadah/tempat berlangsungnya reaksi.

11.  Penangas Pasir

Fungsi: untuk memanaskan larutan campuran dalam labu.

12.  Piknometer

Fungsi: sebagai alat untuk mengukur densitas resin.

13.  Pipet tetes

Fungsi: sebagai alat untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit.

14.  Pipet volumetrik

Fungsi: sebagai alat untuk mengambil sampling resin.

15.  Refluks Kondensor

Fungsi: untuk mengkondensasikan zat yang menguap selama pemanasan.

16.  Stopwatch

Fungsi: untuk menghitung waktu alir larutan.

17.  Statif dan Klem

Fungsi: penyangga buret.

18.  Termometer

Fungsi: mengukur suhu campuran dalam labu.

19.  Timbangan elektrik

Fungsi: untuk mengukur massa bahan dan resin.

 

3.2.2  Peralatan Percobaan Analisa

         Adapun peralatan dan fungsi dalam percobaan analisa adalah sebagai berikut:

1.   Beaker glass

Fungsi: untuk mengukur volume larutan, tempat pengenceran zat  pentiter.

2.   Buret

Fungsi: tempat zat pentiter dan menentukan volume pentiter.

3.   Corong gelas

Fungsi: untuk mempermudah menuang cairan ke wadah yang bermulut  kecil.

4. Erlenmeyer

Fungsi: tempat larutan yang akan dianalisa.

5.   Gelas ukur

Fungsi: mengukur volume bahan/larutan.

6.   Kertas pH Indikator

Fungsi: untuk mengukur pH sampel.

7.   Piknometer

Fungsi: menentukan densitas air dan larutan.

8. Pipet tetes

Fungsi: untuk mengambil sampel yang akan dianalisa dalam jumlah yang sedikit.

9.   Stopwatch

Fungsi: mengukur waktu yang digunakan.

10.  Pipet volumetrik

Fungsi: untuk mengambil sampel yang akan dianalisa.

11.  Timbangan elektrik

Fungsi: untuk menimbang berat bahan yang digunakan serta menimbang berat piknometer.

3.2.3   Peralatan Percobaan Analisa Kadar Resin

          Adapun peralatan dan fungsi dalam percobaan analisa kadar resin adalah sebagai berikut:

1.         Cawan porselen

Fungsi: sebagai wadah resin.

2.         Desikator

Fungsi: untuk mendinginkan resin.

3.         Neraca elektrik

Fungsi: untuk mengukur massa bahan.

4.         Oven

Fungsi: untuk memanaskan resin.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

4.1     Hasil Percobaan

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan 5:4 (Katalis 20% dan Buffer 40%)

No.

sampel

Waktu

(menit)

Densitas

(gr/ml)

Kadar Formaldehid Bebas

(g/ml larutan)

-rA

pH

XA

CA

Kadar resin

(%)

0

0

1,1373

3,12

0

11

0,9777

0,2968

-

1

0

1,1743

2,52

0

11

0,9820

0,2398

-

2

8

1,0388

2,04

0

11

0,9854

0,1941

45,80

3

16

1,1856

1,98

0,8199

11

0,9858

0,1884

27,40

4

24

0,9618

1,62

0,5480

11

0,9884

0,1541

42,80

5

32

1,1846

1,62

0,4110

11

0,9884

0,1541

40,40

6

40

1,1373

1,62

0,3288

11

0,9884

0,1541

39,40

 

Konstanta Kecepatan Reaksi  (k)                    = 288,6435

Orde Reaksi terhadap formaldehid (m)          = -2,4501

Orde reaksi terhadap urea (n)                         = 3,9375

Persamaan kecepatan reaksi                           = (-rA) = k CAmCBn

                                                                        = 288,6435CA-2,4501CB3,9375

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan 5:4 (Katalis 25% dan Buffer 40%)

No.

sampel

Waktu

(menit)

Kadar Formaldehid Bebas

(g/ml larutan)

-rA

Densitas

(gr/ml)

pH

XA

CA

Kadar resin

(%)

0

0

0,930

0

1,1047

11

0,9934

0,0885

-

1

0

0,696

0

1,1191

11

0,9950

0,0662

-

2

8

0,666

1,6554

1,1499

11

0,9952

0,0634

42,8

3

16

0,648

0,8278

1,1571

11

0,9954

0,0617

34,4

4

24

0,576

0,5522

1,1704

11

0,9959

0,0548

57,6

5

32

0,576

0,4141

1,2002

11

0,9959

0,0548

71,4

6

40

0,576

0,3313

1,2197

11

0,9959

0,0548

72,0

Konstanta Kecepatan Reaksi  (k)                    = 197,795

Orde Reaksi terhadap formaldehid (m)          = 1,914

Orde reaksi terhadap urea (n)                         = 0,833

Persamaan kecepatan reaksi                           = (-rA) = k CAmCBn

                                                                        = 197,795CA1,914CB0,833


Tabel 4.3 Hasil Percobaan Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan 5:4 (Katalis 30% dan Buffer 40%)

No.

sampel

Waktu

(menit)

Densitas

(gr/ml)

Kadar Formaldehid Bebas

(g/ml larutan)

-rA

pH

XA

CA

Kadar resin

(%)

0

0

0,9731

5,40

0

12

0,9614

0,5138

-

1

0

1,2030

5,22

0

12

0,9627

0,4966

-

2

8

1,0542

3,42

0

12

0,9755

0,3254

43,80

3

16

0,8058

3,30

0,8120

12

0,9764

0,3140

48,40

4

24

1,1476

2,94

0,5428

12

0,9790

0,2797

35,20

5

32

1,1733

2,88

0,4073

12

0,9794

0,2740

36,40

6

40

1,1784

2,88

0,3258

12

0,9794

0,2740

43,80

7

48

1,1209

2,88

0,2715

12

0,9794

0,2740

33,40

Konstanta Kecepatan Reaksi  (k)                    = 4,666

Orde Reaksi terhadap formaldehid (m)          = 1,1369

Orde reaksi terhadap urea                               = 0,4

Persamaan kecepatan reaksi                           = (-rA) = k CAmCBn

                                                                        = 4,666CA-1,1369CB0,4

 

Tabel 4.4 Hasil Percobaan Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan 5:4 (Katalis 35% dan Buffer 40%)

No.

sampel

Waktu

(menit)

Densitas

(gr/ml)

Kadar Formaldehid Bebas

(g/ml larutan)

-rA

pH

XA

CA

Kadar resin

(%)

0

0

1,0106

4,32

0

12

0,9691

0,4110

-

1

0

1,0682

3,30

0

12

0,9764

0,3140

-

2

8

1,0821

3,06

1,6269

12

0,9781

0,2911

25,8

3

16

1,0950

2,76

0,8153

12

0,9803

0,2626

29,6

4

24

1,1348

2,70

0,5437

12

0,9807

0,2569

30,2

5

32

1,1408

2,70

0,4078

12

0,9807

0,2569

32,0

6

40

1,1418

2,16

0,3275

12

0,9846

0,2055

33,0

7

48

1,1418

2,16

0,2729

12

0,9846

0,2055

35,8

8

56

1,1418

2,16

0,2339

12

0,9846

0,2055

28,2

 

Konstanta Kecepatan Reaksi  (k)                    = 119,861

Orde Reaksi terhadap formaldehid (m)          = -0,0101

Orde reaksi terhadap urea (n)                         = 2,3750

Persamaan kecepatan reaksi                           = (-rA) = k CAmCBn

                                                                        = 119,861CA-0,0101CB2,3750


Tabel 4.5 Hasil Percobaan Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan 5:4 (Katalis 40% dan Buffer 40%)

No.

sampel

Waktu

(menit)

Densitas

(gr/ml)

Kadar Formaldehid Bebas

(g/ml larutan)

-rA

pH

XA

CA

Kadar resin

(%)

0

0

1,0960

4,890

0

12

0,9650

0,4652

-

1

0

1,1308

4,278

0

12

0,9694

0,4070

-

2

8

1,1328

3,840

1,6177

12

0,9725

0,3653

36,8

3

16

1,1328

3,792

0,8091

12

0,9729

0,3608

37,2

4

24

1,1209

3,750

0,5396

12

0,9732

0,3568

37,6

5

32

1,1278

3,630

0,4050

12

0,9740

0,3454

37,4

6

40

1,1159

3,480

0,3244

12

0,9751

0,3311

24,4

7

48

1,1288

3,480

0,2703

12

0,9751

0,3311

29,8

8

56

1,1259

3,480

0,2317

12

0,9751

0,3311

30,2

 

Konstanta Kecepatan Reaksi  (k)                    = 1

Orde Reaksi terhadap formaldehid (m)          = 5,6609

Orde reaksi terhadap urea (n)                         = -2,7526

Persamaan kecepatan reaksi                           = (-rA) = k CAmCBn

                                                                        = CA5,6609CB-2,7526

4.2       Pembahasan

4.2.1    Hubungan Perubahan Waktu Terhadap Densitas

Densitas adalah nilai yang menunjukkan bobot bahan per satuan volume. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan perubahan waktu terhadap densitas.

                         Gambar 4.1 Hubungan Perubahan Waktu Terhadap Densitas

Gambar 4.1 menunjukkan grafik bahwa selama reaksi resinifikasi berlangsung, densitas sampel yang diperoleh mengalami fluktuasi untuk percobaan, pada run I, run III dan run V. Dan grafik pada run II, run dan run IV mengalami peningkatan.

Pada run I diperoleh densitas resin pada menit 0 sebesar 1,1373 g/ml dan 1,1743, pada menit ke 8 sebesar 1,0388 g/ml, pada menit ke 16 sebesar 1,1856 g/ml, pada menit ke 24 sebesar 0,9618 g/ml, pada menit ke 32 sebesar 1,1846 g/ml, dan pada menit 40 sebesar 1,1373 g/ml. Pada run II densitas resin pada menit 0 sebesar 1,1047 g/ml dan 1,1191 g/ml, pada menit ke 8 sebesar 1,1499 g/ml, pada menit ke 16 sebesar 1,1571 g/ml, pada menit ke 24 sebesar 1,1704 g/ml, pada menit ke 32 sebesar  1,2002 g/ml, dan  pada menit 40 sebesar 1,2197 g/ml. Pada run III, diperoleh densitas resin pada menit 0 sebesar 0,9731 g/ml dan 1,2030 g/ml, pada menit ke 8 sebesar 1,0542 g/ml, pada menit ke 16 sebesar 0,8058 g/ml, pada menit ke 24 sebesar 1,1476 g/ml, pada menit ke 32 sebesar 1,1733 g/ml, pada menit ke 40 sebesar 1,1784 g/ml dan pada menit ke 48 sebesar 1,1209 g/ml. Pada run IV, diperoleh densitas resin pada menit 0 sebesar 1,0106 g/ml dan 1,0682 g/ml, pada menit ke 8 sebesar 1,0821 g/ml, pada menit ke 16 sebesar 1,0950 g/ml, pada menit ke 24 sebesar 1,1348 g/ml, pada menit ke 32 sebesar  1,1408 g/ml, pada menit ke 40 sebesar 1,1418, pada menit ke 48 sebesar 1,1418 g/ml dan pada menit ke 56 sebesar 1,1418 g/ml. Pada run V, diperoleh densitas resin pada menit 0 sebesar 1,096 g/ml dan 1,1308 g/ml, pada menit ke 8 sebesar 1,1328 g/ml, pada menit ke 16 sebesar 1,1328 g/ml, pada menit ke 24 sebesar 1,1209 g/ml, pada menit ke 32 sebesar  1,1278 g/ml, pada menit ke 40 sebesar 1,1159 g/ml, pada menit ke 48 sebesar 1,1288 g/ml dan pada menit 56 sebesar 1,1259  g/ml.

Densitas yang tinggi disebabkan oleh resin urea formaldehid yang terbentuk akan semakin banyak sehingga larutan menjadi lebih kental dan kerapatan partikelnya semakin tinggi, dengan bantuan katalis pembentukan urea formaldehid akan semakin cepat seiring dengan bertambahnya katalis di setiap variasi (Firmanto dan Frily, 2017).

Secara teori, semakin lama reaksi berlangsung maka akan semakin banyak produk yang dihasilkan, dan akan konstan bila semua reaktan sudah terkonversi (Syaichurrozi, dkk., 2016).

Menurut teori, laju reaksi berbanding lurus dengan konstanta kecepatan reaksi dimana persamaan tersebut adalah :

  (-rA) = k CAn                                                        (Levenspiel, 1999)

Menurut hukum Arhenius, konstanta kecepatan reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor dimana salah satu faktor tersebut adalah suhu dimana persamaan konstanta kecepatan reaksi adalah sebagai berikut:

                                     k = (k0-E/RT)                                      (Levenspiel, 1999)

Dari persamaan diatas dapat diperoleh hubungan densitas terhadap waktu dan suhu yaitu:

 = (k0-E/RT) (CAn)(t)

Dimana:

V         = volume (ml)

NA         = konsentrasi zat A (mol/ml)

g          = massa (gram)

BM      = berat molekul (gram/mol)

ρ          = densitas (gram/ml)

CA       = konsentrasi zat A (M)

k          = konstanta laju reaksi

T          = suhu (°C)

-rA          = laju pengurangan zat A (mol/ml)

t           = waktu (menit)

Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa densitas berbanding lurus dengan waktu dan suhu.

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa densitas sebanding dengan kadar katalis yang digunakan, dimana semakin banyak katalis yang digunakan densitas juga akan semakin meningkat dan densitas juga sebanding dengan waktu reaksi, dimana semakin lama waktu pembuatan resin maka densitas resin juga akan meningkat.

Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan untuk run II dan run IV sudah sesuai teori dimana densitas mengalami peningkatan selama bertambahnya waktu reaski sedangkan untuk run I, run III dan run V belum sesuai teori dimana grafik mengalami fluktuasi. Sedangkan hasil dari percoban terhadap pengaruh katalis belum sesuai teori dimana densitas mengalami fluktuasi setiap penambahan jumlah katalis. Hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan saat pemanasan mengalami fluktuasi atau tidak konstan dan didapat pengaruh suhu terhadap densitas berbanding lurus sehingga mempengaruhi perolehan densitas resin yang diperoleh.

    4.2.2 Hubungan Perubahan Waktu Terhadap pH

Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui kondisi reaksi yang sangat berpengaruh terhadap reaksi atau hasil reaksi selama proses kondensasi polimerisasi terjadi. Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan perubahan waktu terhadap pH.

Gambar 4.2 Hubungan Perubahan Waktu Terhadap pH 

            Gambar 4.2 menunjukkan grafik bahwa selama reaksi resinifikasi berlangsung, pH untuk semua percobaan mengalami konstan hingga menit terakhir dengan pH sampel yaitu 11 untuk run I dan run II, sedangkan untuk run III, run IV, dan run V yaitu 12.

Reaksi urea-formaldehid merupakan reaksi kondensasi antara urea dengan formaldehid. Pada umumnya reaksi menggunakan katalis hidroksida alkali dan kondisi reaksi dijaga tetap pada pH 8-9 agar tidak terjadi reaksi Cannizaro, yaitu reaksi diproporsionasi formaldehid menjadi alkohol dan asam karboksilat. Untuk menjaga agar pH tetap konstan maka dilakukan penambahan natrium karbonat sebagai buffer ke dalam campuran (Muklisin, 2013).

Fungsi katalis adalah untuk mempercepat proses pengerasan atau proses hardening resin. Katalis yang digunakan pada resin akan membebaskan panas dan panas itulah yang mempercepat proses penyatuan dan pengerasan campuran butiran marmer (Santi, 2009). Ammonium adalah ion NH4+ yang bersifat tidak berwarna, berbau menyengat dan berbahaya bagi kesehatan, ammonium yang bersifat basa bila terkena sinar atau panas akan menimbulkan bau menyengat (Mukaromah, dkk., 2010).

Dari teori diatas dapat diketahui bahwa jumlah katalis berpengaruh pada pH resin, dimana katalis yang digunakan berupa ammonia (NH3) yang merupakan senyawa basa, maka setiap penambahan jumlah katalis basa akan meningkatkan pH reaksi.

Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan sudah sesuai dengan teori dimana pH meningkat pada penambahan jumlah katalis basa dari pH= 11 pada run I dan run II menjadi pH= 12 pada run III, IV dan V, pH untuk setiap run juga tetap konstan seiring bertambahnya waktu.

4.2.3        Hubungan Perubahan Waktu Terhadap Kadar Formaldehid Bebas

Tujuan dari analisa kadar formaldehid bebas adalah untuk mengetahui banyaknya formaldehid yang belum habis bereaksi. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan perubahan waktu terhadap kadar foramldehid bebas.

Gambar 4.3 Hubungan Perubahan Waktu Terhadap Kadar Formaldehid Bebas

Gambar 4.3 menunjukkan grafik selama reaksi resinifikasi berlangsung, kadar formaldehid yang diperoleh mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pada percobaan. Pada run I kadar formaldehid konstan pada t = 24 menit, pada run II konstan pada t = 24 menit, pada run III konstan pada t = 32 menit, pada Run IV konstan pada t = 42 menit, dan run V konstan pada t = 42 menit.

Pada run I, diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 3,12 g/ml dan 2,52 g/ml larutan, pada menit 8 sebesar 2,04 g/ml larutan, pada menit 16 sebesar 1,98 g/ml larutan, pada menit 24 sebesar 1,62 g/ml larutan, pada menit 32 sebesar 1,62 g/ml larutan, dan pada menit 40 sebesar 1,62 g/ml larutan. Pada run II, diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 0,930 g/ml dan 0,696 g/ml larutan, pada menit 8 sebesar 0,666 g/ml larutan, pada menit 16 sebesar 0,648 g/ml larutan, pada menit 24 sebesar 0,576 g/ ml larutan, pada menit 32 sebesar 0,576 g/ml larutan, dan pada menit 40 sebesar 0,576 g/ml larutan. Pada run III, diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 5,4 g/ ml dan 5,22 g/ml larutan, pada menit 8 sebesar 3,42 g/ml larutan, pada menit 16 sebesar 3,3 g/ ml larutan,  pada menit 24 sebesar 2,94 g/ml larutan, pada menit 32 sebesar 2,88 g/ml larutan, pada menit ke 40 sebesar 2,88 g/ml larutan, dan pada menit 48 sebesar 2,88 g/ml larutan. Pada run IV, diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 4,32 g/ml dan 3,3 g/ml larutan, pada menit 8 sebesar 3,06 g/ml larutan, pada menit 16 sebesar 2,76 g/ml larutan, pada menit 24 sebesar 2,7 g/ml larutan, pada menit 32 sebesar 2,7 g/ml larutan, pada menit 40 sebesar 2,16 g/ml larutan, pada menit 48 sebesar 2,16 g/ml larutan, dan pada menit 56 sebesar 2,16 g/ml larutan. Pada run V, diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 4,89 g/ml dan 4,278 g/ml larutan, pada menit  8 sebesar 3,84 g/ml larutan, pada menit 16 sebesar 3,792 g/ml larutan, pada menit 24 sebesar 3,75 g/ ml larutan, pada menit 32 sebesar 3,63 g/ ml larutan, pada menit 40 sebesar 3,48 g/ml larutan, pada menit 48 sebesar 3,48 g/ml larutan, pada menit 56 sebesar 3,48 g/ml larutan.

Semakin lama waktu reaksi, maka kadar formaldehid bebas semakin sedikit. Hal tersebut terjadi karena dengan bertambahnya waktu maka akan semakin banyak formaldehid yang bereaksi dengan urea dan membentuk urea-formaldehid. Katalis menyebabkan reaksi akan berlangsung cepat karena katalis akan menurunkan energi aktivasi yaitu energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi untuk memperoleh produk sehingga waktu reaksi lebih cepat dan dengan  penambahan katalis ini dapat meningkatkan kerja tumbukan partikel sehingga mempercepat laju reaksi (Firmanto dan Frily, 2017). Dari teori tersebut didapatkan bahwa katalis mempercepat laju reaksi sehingga waktu reaksi semakin singkat dan kadar formaldehid yang dihasilkan pun akan semakin cepat konstan karena akan semakin cepat formaldehid bereaksi dengan urea. Jadi, semakin banyak katalis yang digunakan maka semakin banyak atau cepat pula kadar formaldehid bebas yang dihasilkan.

Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V telah sesuai dengan teori. Dimana grafik mengalami penurunan dan konstan pada titik tertentu. Namun hasil percobaan terhadap katalis belum sesuai teori dimana kadar formaldehid bebas mengalami fluktuasi setiap penambahan katalis, hal ini dapat disebabkan oleh pengukuran volume katalis yang kurang tepat.

4.2.4 Hubungan Konversi dengan Waktu

          Konversi adalah banyaknya produk yang dihasilkan dari suatu reaksi. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan konversi dengan waktu.

Gambar 4.4 Hubungan Konversi dengan Waktu 

          Gambar 4.4 menunjukkan grafik hubungan konversi terhadap waktu (menit) pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V. Dari grafik diatas dapat dilihat pada Run I mengalami kenaikan dari menit ke-0 sampai menit ke-24 sebesar 0,9777 menjadi 0,9884 kemudian konstanan hingga menit ke-40. Pada Run II mengalami kenaikan dari menit ke-0 sampai menit ke-24 sebesar 0,9934 menjadi 0,9959 kemudian konstan hingga menit ke-40. Pada Run III mengalami kenaikan dari menit ke-0 sampai menit ke 32 sebesar 0,9614 menjadi 0,9794 kemudian konstan hingga menit ke-48. Pada Run IV mengalami kenaikan dari menit ke-0 sampai menit ke 40 sebesar 0,9691 menjadi 0,9864 kemudian konstan hingga menit ke-56. Pada Run V mengalami kenaikan dari menit ke-0 sampai menit ke 40 sebesar 0,965 menjadi 0,9751 kemudian konstan hingga menit ke-56.

          Setiap kenaikan jumlah katalis mengakibatkan kenaikan persen konversi, karena peningkatan jumlah katalis mengakibatkan jumlah active site semakin banyak yang akan memberikan peluang terjadinya reaksi pembentukan produk sehingga konversi reaktan meningkat (Sidabutar, dkk., 2013).

          Berdasarkan teori, penurunan laju reaksi disebabkan oleh konsentrasi reaktan yang semakin menurun karena semakin banyak reaktan yang bereaksi membentuk produk. Hal ini sesuai dengan yang menyatakan banyaknya reaktan yang berkurang per satuan waktu, dimana semakin lama waktu reaksi maka konsentrasi reaktan semakin menurun. Dengan demikian, laju reaksi  juga akan semakin menurun.

            Semakin lama reaksi berlangsung maka semakin banyak formaldehid yang terkonversi membentuk resin sehingga kadar formaldehid yang tersisa semakin menurun. Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V telah sesuai dengan teori. Namun hasil percobaan terhadap katalis belum sesuai teori dimana konversi mengalami fluktuasi setiap penambahan katalis, hal ini dapat disebabkan karena pengukuran volume katalis yang kurang tepat.

4.2.5  Hubungan CA dengan -rA

            Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan CA dengan -rA

   

Gambar 4.5 Hubungan –rA dengan CA

    Gambar 4.5 diatas menunjukkan grafik hubungan CA (M) terhadap perubahan  kecepatan reaksi (-rA) (M/menit). Dari grafik di atas dapat dilihat dimana konsentrasi semakin berkurang seiring bertambahnya waktu dan akan mencapai suatu nilai yang konstan. Sedangkan –rA semakin berkurang karena reaktan akan bereaksi membentuk suatu produk. Sehingga hubungan antara CA dengan –rA adalah sebanding, dimana semakin kecil nilai CA maka nilai (-rA) juga semakin menurun. Pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V terjadi kekonstanan pada nilai CA tetapi (-rA) mengalami penurunan.

Pada run I diperoleh harga –rA pada saat CA = 0,2968 M sebesar 0, pada CA = 0,2398 M sebesar 0, pada CA = 0,1941 M sebesar 0, pada CA = 0,1884 M sebesar 0,8199, pada CA = 0,1541 M sebesar 0,548, pada CA = 0,1541 M sebesar 0,411, dan pada CA = 0,1541 M sebesar 0,3288. Pada run II diperoleh harga –rA pada saat CA = 0,0885 M sebesar 0, pada CA = 0,0662 M sebesar 0, pada CA = 0,0634 M sebesar 1,6554, pada CA = 0,0617 M sebesar 0,8278, pada CA = 0,0548 M sebesar 0,5522, pada CA = 0,0548 M sebesar 0,4141, dan pada CA = 0,0548 M sebesar 0,3313. Pada run III diperoleh harga –rA pada saat CA = 0,5138 M sebesar 0, pada CA = 0,4966 M sebesar 0, pada CA = 0,3254 M sebesar 0, pada CA = 0,314 M sebesar 0,812, pada CA = 0,2797 M sebesar 0,5428, CA = 0,274 M sebesar 0,4073, CA = 0,274 M sebesar 0,3258, dan CA = 0,274 M sebesar 0,2715. Pada run IV diperoleh harga –rA pada saat CA = 0,411 M sebesar 0, pada CA = 0,314 M sebesar 0, pada CA = 0,2911 M sebesar 1,6269, pada CA = 0,2626 M sebesar 0,8153, pada CA = 0,2569 M sebesar 0,5437, pada CA = 0,2569 M sebesar 0,4078, pada CA = 0,2055 M sebesar 0,3275, pada CA = 0,2055 M sebesar 0,2729, dan pada CA = 0,2055 M sebesar 0,2339. Pada run V diperoleh harga –rA pada saat CA = 0,4652 M sebesar 0, pada CA = 0,407 M sebesar 0, pada CA = 0,3653 M sebesar 1,6177, pada CA = 0,3608 M sebesar 0,8091, pada CA = 0,3568 M sebesar 0,5396, pada CA = 0,3454 M sebesar 0,405, pada CA = 0,3311 M sebesar 0,3244, pada CA = 0,3311 M sebesar 0,2703, dan pada CA = 0,3311 M sebesar 0,2317.

Laju reaksi menggunakan katalisator bergantung pada aktivitas katalitiknya, makin tinggi aktivitas katalitiknya maka laju reaksinya makin cepat. Ada lima jenis aktivitas katalitik yang dikenal yaitu:

1.      Aktivitasnya bergantung pada konsentrasi dari luas permukan katalisator.

2.      Aktivitasnya hanya spesifik untuk katalisator tertentu.

3.      Aktivitasnya bergantung pada bentuk geometri atau orientasi permukaan katalisator.

4.      Aktivitasnya memerlukan promoter tertentu, promoter adalah zat yang berfungsi untuk mengaktifkan kerja katalitik dari katalisator.

5.      Aktivitasnya berlangsung baik jika tidak ada inhibitor, inhibitor adalah zat yang menghambat kerja katalisator.

(Widjajanti, 2005)

            Konsentrasi formaldehid pada reaksi pada waktu tersebut konstan sehingga perubahan laju reaksi hanya dipengaruhi oleh waktu, 

Menurut teori, konsentrasi akan semakin menurun dengan bertambahnya waktu. Reaksi berlangsung hingga didapat kesetimbangan reaksi dimana konsentrasi menjadi konstan dan proses dapat dihentikan.

Secara teori dimana nilai CA semakin kecil nilai –rA juga semakin kecil. Maka dapat disimpulkan percobaan pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V telah sesuai teori. Namun hasil percobaan terhadap katalis belum sesuai teori dimana laju reaksi mengalami fluktuasi setiap penambahan katalis, hal ini dapat disebabkan karena pengukuran volume katalis yang kurang tepat.

 4.2.6 Hubungan Perubahan Waktu terhadap Kadar Resin

         Tujuan analisa kadar resin adalah untuk mengetahui kadungan resin yang terdapat pada resin urea formaldehid. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan perubahan waktu terhadap kadar resin.


                            Gambar 4.6 Hubungan Perubahan Waktu terhadap Kadar Resin

            Gambar 4.6 diatas menunjukkan grafik hubungan kadar resin yang diperoleh pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V. Pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run Vdiperoleh kadar resin berfluktuasi disetiap waktunya.

Pada run I diperoleh kadar resin pada menit ke 8 sebesar 45,8%, pada menit ke 16 sebesar 27,4%, pada menit ke 24 sebesar 42,8%, pada menit ke 32 sebesar 40,4%, dan pada menit ke 40 sebesar 39,4%. Pada run II diperoleh  kadar resin pada menit ke 8 sebesar 42,8%, pada menit ke 16 sebesar 34,4%, pada menit ke 24 sebesar 57,6%, pada menit ke 32 sebesar 71,4%, dan pada menit ke 40 sebesar 72%. Pada run III diperoleh  kadar resin pada menit ke 8 sebesar 43,8%, pada menit ke 16 sebesar 48,4%, pada menit ke 24 sebesar 35,2%, pada menit ke 32 sebesar 36,4%, pada menit ke 40 sebesar 43,8%, dan pada menit ke 48 sebesar 33,4%. Pada run IV diperoleh kadar resin pada menit ke 8 sebesar, 25,8%, pada menit ke 16 sebesar 29,6%, pada menit ke 24 sebesar 30,2%, pada menit ke 32 sebesar 32%, pada menit ke 40 sebesar 33%, pada menit ke 48 sebesar 35,8% dan pada menit ke 56 sebesar 28,2%. Pada run V diperoleh kadar resin pada menit ke 8 sebesar, 36,8%, pada menit ke 16 sebesar 37,2%, pada menit ke 24 sebesar 37,6%, pada menit ke 32 sebesar 37,4%, pada menit ke 40 sebesar 24,4%, pada menit ke 48 sebesar 29,8% dan pada menit ke 56 sebesar 30,2%.

Resin thermosetting biasanya cairan atau padatan dimana titik leleh rendah dalam bentuk awal mereka. Ketika digunakan untuk menghasilkan barang jadi, resin thermosetting ini diawetkan dengan menggunakan katalis, panas atau kombinasi dari keduanya. Setelah proses curing, resin thermosetting memadat dan tidak dapat diubah kembali ke bentuk aslinya (Ishak, 2012).

Resin urea formaldehid ini adalah aminoplastik, istilah umumnya digunakan untuk mewakili resin polimer yang dibentuk oleh interaksi dari amina atau amida dengan aldehida. Pemanasan akan membentuk ikatan silang dan menjadi termoset yang tidak dapat dicairkan kembali (Thomas, 2011). Reaksi polikondensasi dapat berlangsung sempurna sampai membentuk rantai dan struktur senyawa itu tanpa adanya gugus fungsional dan tidak dapat cure dengan sendirinya. Pada suasana asam, raeksi kondensasi berjalan cepat (Rokhati dan Prasetyaningrum, 2008).

Peningkatan kadar resin pada resin urea formaldehid cenderung meningkatkan sifat fisis dan mekanisnya. Semakin tinggi kadar resin urea formaldehid maka nilai kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal semakin menurun (Alghiffari, 2008).

Oleh karena itu, adanya pemanasan atau proses curing  polimerisasi kondensasi masih berlangsung dimana molkeul air terus dihasilkan sehingga sifat termoset ini akan memadatkan resin dan kadar resin semakin besar. Maka dari percobaan yang dilakukan belum sesuai dengan teori yang ada, yaitu semakin lama waktu curing maka kadar resin yang terbentuk dipercobaan mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan saat pemanasan mengalami fluktuasi atau tidak konstan.

                                                             BAB V

                                                KESIMPULAN DAN SARAN

5.1              Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:

1.                  Semakin sedikit resin yang terbentuk maka densitas yang dihasilkan juga cenderung menurun.

2.                  Dari grafik pengaruh waktu terhadap pH, maka dapat disimpulkan bahwa bahwa hasil percobaan sesuai dengan teori yaitu dengan adanya penambahan buffering agent ke dalam campuran maka pH akan konstan.

3.                  Dari grafik pengaruh waktu terhadap kadar formaldehid bebas, semakin lama reaksi berlangsung, maka semakin sedikit formaldehid yang terkonversi membentuk resin urea formaldehid sehingga hasil percobaan sesuai dengan teori.

4.                  Dari grafik hubungan antara XA dengan waktu, semakin lama reaksi berlangsung maka reaktan akan berkurang dan konversi akan meningkat hingga didapat nilai yang konstan.

5.                  Dari grafik hubungan antara –rA dengan CA , konsentrasi cenderung menurun seiring bertambahnya waktu, sedangkan –rA mengalami penurunan karena reaktan akan bereaksi membentuk suatu produk.

6.                  Konstanta kecepatan reaksi yang diperoleh pada run I dan run II yaitu 1 dan 1,5529 orde reaksi terhadap formaldehid pada run I dan run II yaitu 5,2122 dan 5,1807, dan orde reaksi terhadap urea pada run I dan II yaitu -2,847 dan -2,2724. Persamaan kecepatan reaksi untuk run I yaitu CA5,2122CB-2,8472 dan run II adalah 1,5529 CA5,1807CB-2,2724.

5.2  Saran

      Adapun saran yang dapat diberikan adalah:

1.                  Disarankan melakukan uji coba kekerasan suatu resin yang dibuat.

2.                  Disarankan untuk memvariasikan jenis katalis dengan menggunakan katalis asam seperti asam klorida (HCl).

3.                  Divariasikan dengan sampel yang berbeda membentuk resin lain seperti melamin urea formaldehid.

4.                  Disarankan untuk memvariasikan perbandingan antara urea dan formaldehida seperti 8:9, 14:3, dan lain-lain.

5.                  Melakukan perbandingan hasil dari resin buatan dengan resin alami sebagai aplikasi yang bisa diterapkan, contohnya resin dari akar alang-alang.

DAFTAR PUSTAKA

 

Adi, K, Apit R, dan Mukhtar G. 2015. Reaksi Pembentukan Urea Formaldehid Sebagai Bahan Perekat Serbuk Kayu. Bandung: Politeknik Negeri Bandung.

Alghiffari, Ahmad Firman. 2008. Pengaruh Kadar Resin Perekat Urea Formaldehida Terhadap Sifat-Sifat Papan Partikel Dari Ampas Tebu. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Anjana, Fika., Widya Rosa Oktaviani., dan Achmad Roesyadi. 2014. Studi Kinetika Dekomposisi Glukosa pada Temperatur Tinggi. Jurnal Teknik POMITS. Vol 2 (2).

Biddle, R dan Packer, John. 1992. X-Polymers-A-Industrial Resins. New Zealand: McGraw-Hill.

Christjanson, Peep, Tonis Pehk dan Kadri Siimer. 2006. Structure Formation in Urea Formaldehyde Resin Synthesis. Proc. Estonian Acad. Sci. Chem, 55, 4, 212-225.

Firmanto, Fariz Ihsan, dan Frily Marina. 2017. Pengaruh Kadar Katalis Terhadap Pembuatan Resin Urea Formaldehid Skala Laboratorium. Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Froment, Gilbert F, Kenneth B Bischoff dan Juray De Wilde. 2011. Chemical Reactor Analysis and Design. United States of America : John Willey & Sons.

Hlaing, Nway Nay, dan Mya Mya Oo. 2008. Manufacture of Alkyd Resin From Castor Oil. World Academy of Science, Engineering and Technology 24.

Ibeh, Chritopher C. 1999. Handgrots of Thermoset Plastic Amino and Furan Resins. New Jersey: United States of America.

Ishak, Norliza Binti. 2012. Formulation of Melamine Urea Formaldehyde(MUF) Resin by Using Various Types of Filler. Malaysia: Universiti Malaysia Pahang.

Khaerudini, Deni S., dan Muljadi. 2007. Pengaruh Variasi Sludge-Serbuk Kayu sebagai Penguat Terhadap Sifat Mekanik Material Komposot Matriks Urea Formaldehida. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Volume 3 No. 1. Tanggerang: Pusat Penelitian Fisika. 

Levenspiel, Octave. 1999. Chemical Reaction Engineering Third Edition. New York: John Wiley and Sons.

Mukaromah, Ana Hidayati, Muh, Amin, dan Sri Darmawati. 2010. Penggunaan Self Cleaning Fotokatalis TiO2 dalam Mendegradasi Ammonium (NH4+) Berdasarkan Lama Waktu Penyinaran. Jurnal Kesehatan. Vol. 3. No. 1.

Muklisin, Imam. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Magnet Komposit Ferit dengan Bahan Pengikat Resin. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Nedwick, Paul. 1997. Latex Modification of Urea Formaldehyde Resins. TAPPI Journal. Vol. 81. No. 9. Hal: 181-183.

Obichukwu, Mathew. 2005. Etylated Urea- Eter-Modified Urea –Formaldehyde Resins, For I: Structural Physicochemical Properties. Nigeria Federal University of Technology.

Oh, Yong Sung, dan Jong Kyu Lee. 2004. Evaluation of Korean Softwood Plywood bonded with Urea-Formaldehyde Resin Adhesive. Forest Products Journal. Vol. 54. Pg 77.

Osemeahon, S.A dan Barminas J.T. 2007. Study of Some Physical Properties of Urea Formaldehyde and Urea Proparaldehyde Copolymer Composite for Emulsion Paint Formulation. International Journal of Physical Sciences. Vol.2(7) p: 169-177.

Putri, Anditania Sari Dwi dan Nurul Sarah. 2011. Resin Urea-Formaldehid dan Resin Fenol-Formaldehid. Jurusan D-3 Teknik Kimia. Politeknik Negeri Bandung : Bandung.

Qiaojia, Lin, Yang, Guidi, Liu Jinghong, dan Rao, Jiuping, 2006. Property of Nano-SiO2/ Urea Formaldehyde Resin. Front For China Journal. Vol 2. Pg 230-237.

Rokhati, Nur Dan Aji Prasetyaningrum. 2008. Pembuatan Resin Phenol Formaldehid Terhadap Aplikasinya Sebagai Vernis. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro: Semarang.

Santi, Sintha Soraya. 2009. Pengaruh Katalis pada Pembuatan Marmer Sintetis dari Limbah Marmer. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. Vol. 9. No. 2.

Santoso, Adi, Surdiding Ruhendi, Yusuf Sudo Hadi, dan Suminar S Achmadi. 2003. Komposisi Resin dan Kadar Aditif dalam Perekat Lignin Resorsinol Formaldehida pada Kayu Lamina Kempas. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Vol. 16 No.2.

Santoso, Adi dan Sutigno, Paribotro. 2010. Pengaruh Tepung Gaplek Dan Dekstrin Sebagai Ekstender Perekat Urea Formaldehida Terhadap Keteguhan Rekat Kayu Lapis Kapur, Puslitbang Teknologi Hasil Hutan.

Selvamony, Subash Chandra Bose. 2013. Kinetics And Product Selectivity (Yield) Of Second Order Competitive Consecutive Reactions In Fed-Batch Reactor And Plug Flow Reactor. Research Article. Processes Engineering, Arch Pharmalabs Ltd, 541a Marol Maroshi Road. Volume 2013. ISSN Chemical Engineering. Hindawi Publishing Corporation Mumbai: India.

Sidabutar, Elizabeth DC, M Nur Faniudin dan M Said. 2013. Pengaruh Rasio Reaktan dan Jumlah Katalis Terhadap Konversi Minyak Jagung Menjadi Metil Ester. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Snycheva, E V, dan S. S Glazkov. 2006. Influence of Adhesive Latex Composites on The Curing of Urea-Formaldehyde Resins. International Polymer Science and Technology. 34,5. Pg. T21.

Syaichurrozi, Iqbal, Della Tri Winarni, Mita Napitasari, Yulius Sandy, Yahya Almundzir dan Heri Heriyanto. 2016. Pengaruh Rasio Molar Formaldehid/ Urea (F/U) Menggunakan Katalis NaOH dan NH4OH Terhadap Pembuatan Resin Urea Formaldehid Skala Laboratorium. Eksergi Vol. 13, No.1.

Tang, Quan, Thomas Elder, dan Anthony H. Conner. 1995. Modification of Urea-Formaldehyde Resin Adhesives: A Computational Study. Proceedings of a Symposium. Forest Products Laboratory, Madison, Wisconsin.

Thomas, Raju., Poornima Vijayan., Sabu Thomas. 2011. Recycling of thermosetting polymers: Their blends and composites, School of Chemical Sciences, Mahatma Gandi University.

Widjajanti, Endang. 2005. Pengaruh Katalisator Terhadap Laju Reaksi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Xing, Cheng, S.Y. Zhang, Deng, J., Wang, S,. 2006. Urea–Formaldehyde-Resin Gel Time As Affected by the pH Value, Solid Content, and Catalyst. Journal of Applied Polymer Science. Vol. 103. Hal. 1566-1569. University of Tennessee. Kanada.


Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTIKUM NITRASI

Asam Karboksilat dan Turunannya