LAPORAN PRAKTIKUM RESIN UREA FORMALDEHID
ILMU TEKNIK KIMIA II
LABORATORIUM PROSES INDUSTRI KIMIA
RESIN UREA FORMALDEHID
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polimerisasi merupakan
salah satu proses yang penting dalam industri proses. Adapun dua kelas utama
dari polimer yakni resin dan emulsi (Hlaing dan Mya, 2008). Penelitian
dan aplikasi dari resin urea formaldehid dalam sejarah sudah berlangsung lebih
dari 100 tahun. Karena biayanya yang rendah, teknik sintesis yang mudah dan
ikatan yang tahan air, urea formaldehid adalah salah satu perekat
penting yang digunakan dalam industri kayu. Urea formaldehid terdiri dari formaldehid bebas dan jumlahnya proporsional
dengan kekuatan ikatannya. Resin urea formaldehid dengan sedikit
formaldehid bebas bias dihasilkan dengan rasio molar F/U yang rendah (Qiaojia,
dkk., 2006).
Resin
urea formaldehid merupakan suatu perekat yang digunakan dalam pembuatan kayu
lapis interior. Beberapa bahan dapat ditambahkan pada resin tersebut untuk
mengurangi penggunaan perekat. Urea formaldehid merupakan salah satu jenis
perekat yang banyak dipakai dalam industri kayu lapis di Indonesia. Perekat ini
dibuat tidak dalam bentuk siap pakai, melainkan harus dilakukan pencampuran
terlebih dahulu dengan ekstender dan pengeras (Santoso dan Sutigno 2010).
Resin urea formaldehid adalah
salah satu contoh polimer yang merupakan hasil kondensasi urea dengan formaldehid.
Urea formaldehid (dikenal juga sebagai urea metanal) adalah suatu resin atau
plastik termoset yang terbuat dari urea dan formaldehid yang dipanaskan dalam
suasana basa lembut seperti amoniak atau piridin (Putri dan Nurul, 2011).
Urea Formaldehid (UF) adalah perekat
sintetis hasil reaksi polimerisasi kondensasi antara urea dengan formaldehid
yang dapat digunakan sebagai bahan perekat/lem pada industri plywood dan
furniture. Bahan perekat urea formaldehid adalah salah satu
contoh polimer yang merupakan hasil polimerisasi kondensasi urea dengan
formaldehid. Kelebihan perekat jenis urea formaldehid yaitu tidak mudah
terbakar, tingkat kematangan cepat, berwarna terang, dan harganya murah (Adi,
dkk., 2015)
Selain resin alami, sekarang lebih dikembangkan resin sintetis. Salah satu resin sintetis yang banyak digunakan adalah resin urea formaldehid. Resin urea formaldehid diperoleh dari reaksi kondensasi antara urea dan formaldehid. Oleh sebab itu dirasa perlu dilakukan percobaan reaksi pembuatan resin urea formaldehid di dalam skala laboratorium.
1.2
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan pembuatan resin urea formaldehid ini adalah untuk mempelajari pengaruh perubahan kondisi reaksi terhadap kecepatan reaksi dan hasil pada tahap intermediate.
1.3 Manfaat Percobaan
Manfaat yang dapat diperoleh dari percobaan resin urea formaldehid ini adalah agar praktikan mengetahui mekanisme percobaan resin urea formaldehid dalam skala laboraturium.
1.4 Ruang Lingkup Percobaan
Percobaan
resin urea formaldehid ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Bahan-bahan yang
digunakan yaitu formaldehid (CH2O) 37%, urea (CO(NH2)2),
amonia (NH3), natrium karbonat (Na2CO3), asam
sulfat (H2SO4) 0,2 N, natrium sulfat (Na2SO4) 1 N, etanol (C2H5OH)
96%, phenolphthalein ((C6H4OH)2C2O2C6H4)
dan aquadest (H2O).
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini seperti beaker
glass, bunsen, buret, cawan porselen, corong gelas, erlenmeyer,
gelas ukur, kaki tiga, kertas indikator pH, labu leher tiga, penangas pasir,
piknometer, pipet tetes, pipet volumetrik, refluks kondensor, stopwatch, satif
dan klem, termometer, dan timbangan elektrik. Analisa yang
dilakukan pada percobaan ini antara lain analisa densitas sampel, analisa pH,
analisa kadar formaldehid bebas dan kadar resin. Adapun variabel-variabel tetap dalam percobaan ini adalah:
1.
Perbandingan formaldehid : urea = 5 : 4
2.
Massa katalis (NH3) = 35% dan 40% dari massa total
3.
Massa buffering agent (Na2CO3) = 40% dari massa katalis
4.
Suhu =
85 °C
5.
Selang waktu pengambilan sampel =
8 menit
6.
Volume
pengambilan sampel = 10 ml
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resin
Resin adalah setiap golongan
padat, semi padat atau cairan organik umumnya produk asal alam atau sintetik
dengan berat molekul tinggi dan tanpa titik leleh. Fungsi utama dari resin
adalah untuk mentransfer stres antara serat penguat, bertindak sebagai lem
untuk menahan serat bersama-sama, dan melindungi serat dari kerusakan mekanik
dan lingkungan. Selain itu, resin adalah senyawa alami atau sintetis yang
dimulai dalam keadaan sangat kental dan mengeras dengan pengobatan. Biasanya,
resin larut dalam alkohol, tetapi tidak dalam air (Ishak, 2012).
Resin
adalah suatu bentuk material yang masih dapat diproses menjadi bentuk akhir
suatu produk. Resin diklasifikasikan menjadi dua yaitu resin alam dan resin
sintetis. Resin alam adalah senyawa karbon yang mengandung oksigen dan
nitrogen, secara umum resin alam adalah berupa cairan kental yang lengket atau
memiliki sifat cair. Resin ini akan mengeras perlahan-lahan bila terkena udara
terbuka, berwarna agak kuning dan tidak larut dalam air, tetapi larut habis
dalam CS2 dan
beberapa pelarut seperti benzena, alkohol, dan eter.
Resin
sintetis dikembangkan oleh Leo Hemdrik Bakeland pada tahun 1909. Materialnya
dibuat dari phenol dan formaldehid. Ternyata dari pengembangan ini diketahui bahwa
resin sintetis mempunyai kesamaan dengan resin alam.
Resin berguna sebagai perekat butiran-butiran sehingga menjadi bentuk tertentu yang diinginkan. Resin akan bekerja sebagai perekat secara cepat bila kerja resin dibantu oleh katalis. Kerja resin lebih sempurna lagi atau proses hardening sempurna, bila ada accelerator atau panas (Santi, 2009).
2.2 Resin Urea Formaldehid
Resin Urea Formaldehid (UF) merupakan pengikat utama untuk
komposit kayu, seperti particle boards,
fiber boards atau kayu lapis. Dalam
penggunaan resin UF, kelarutan dalam air, adhesi yang baik, tingkat curing tinggi dan biaya rendah adalah
sifat menarik. Kelemahan resin urea formaldehid adalah ketahanan terhadap air
rendah dan emisi formaldehid dari wood
boards, hasil dari stabilitas rendah ikatan amino-metilen.
Parameter kunci dalam penurunan emisi formaldehid
adalah menurunkan rasio formaldehid/urea (F/U)
dalam sintesis resin urea formaldehid
menjadi 1,05. Hal ini menyebabkan
pengurangan ikatan kelompok silang dalam
resin urea formaldehid, menurunkan kekuatan dan ketahanan terhadap air dalam boards (Christjanson, dkk.,
2006).
Polimer
termoset
seperti urea
formaldehid (UF) dan melamin formaldehid merupakan
resin yang paling banyak digunakan
dari resin amino. Namun demikian, penerimaan dari resin amino
sebagai bahan
pelarut seperti
industri pelapisan terhambat
oleh beberapa di dalamnya
terkandung kualitas
yang kurang baik seperti kerapuhan, tahan air
yang buruk dan emisi
formaldehid. Conner (1996)
melaporkan bahwa prosedur untuk
sintesis resin
UF menawarkan berbagai kondisi yang
membuat sintesis resin
tidak diawetkan yang mungkin memiliki penting properti seperti gel, taktik
waktu dan spreadability. Emisi dan daya tahan formaldehid
dari resin yang dikeraskan dapat dikendalikan dan secara khusus disesuaikan
untuk tujuan akhir menggunakan dari resin (Osemeahon &
Barminas, 2007).
Saat
ini diyakini bahwa penyusutan volume (15-25 %) dari resin urea formaldehid
selama proses curing disebabkan
karena meningkatnya densitas dari urea polimer akibat penambahan jumlah ikatan
kimia dari proses polikondensasi. Perubahan volume menyebabkan perubahan pada
polimer hasil curing dalam hal
tegangan. Oleh karena itu modifikasi kimia pada resin urea formaldehid perlu
dilakukan, tujuannya adalah untuk membentuk oligomer yang mempunyai berat
molekul lebih tinggi untuk mengoptimalkan jumlah reaksi polimerasi kondensasi.
Tujuan yang sekarang adalah untuk membentuk pengaruh dari penambahan zat
perekat lateks komposit pada proses curing
dari resin urea formaldehid. Hasil penelitian antara stabilitas panas resin
hasil curing murni dengan resin hasil
penambahan zat perekat lateks komposit
telah memastikan hipotesis bahwa
terjadi pengurangan jumlah ikatan yang terbentuk
dari proses curing (Snycheva, 2006).
Nilai pH, kepadatan isi, dan katalis resin urea formaldehid memainkan peran penting dalam menyediakan gabungan pH lingkungan di antara kayu dan resin urea formaldehid. Untuk mendapatkan kekuatan yang optimum, waktu pemberian tekanan dan suhu harus disesuaikan dengan pH lingkungan. Dengan demikian, investigasi dari efek nilai pH, kepadatan isi, dan katalis resin urea formaldehid di waktu gel sangat penting untuk parameter efektif untuk diaplikasikan pada komposit kayu dasar (Xing, dkk., 2006).
2.3
Proses Pembuatan Resin Urea
Formaldehid
Resin formaldehid dibuat dengan mereaksikan formaldehid dengan berbagai
zat-zat seperti urea dan fenol. Reagen-reagen tersebut dicampur untuk membentuk polimer termoset sambung silang yang digunakan
dalam kayu yang disusun kembali (misalnya kayu lapis) dan perekat kayu (Biddle dan Packer, 1992).
Resin
urea formaldehid (UF) merupakan produk polikondensasi
urea dan
formaldehid baik dalam media basa atau netral
atau asam atau alkali / asam. Moulding
ke partikel bubuk
urea formaldehid (UF) atau ikatan
dengan resin urea formaldehid (UF) biasanya menghasilkan
produk unggulan sebanding dengan kondensasi formaldehid lain
(petrokimia) plastik, tetapi hanya dapat digunakan dalam interior non-struktural aplikasi. Resin urea formaldehid (UF) memiliki warna jelas, proses curing yang cepat, dan membentuk ikatan
yang kuat di bawah berbagai kondisi yang lebih luas. Juga, karena biaya pembuatan urea
- formaldehid resin
relatif paling murah, dan bahan baku yang mudah diperoleh, resin urea formaldehid
(UF) mungkin adalah perekat petrokimia sintetis yang paling murah. Polikondensasi urea dengan formaldehid biasanya menghasilkan obligasi hydrolytically yang sensitif, rantai ikatan hidrogen yang kuat, dan kepadatan
sambung silang yang selalu meningkatkan
kepekaan sensitivitas dalam aplikasi stress – bearing. Sebagai akibatnya, produk
UF – kayu terikat ini biasanya terbatas
pada interior, aplikasi non -
struktural karena kecenderungannnya untuk terhidrolisis bila dalam kelembaban tinggi dan atau suhu yang
tinggi pula (Obichukwu, 2005).
Proses resinifikasi untuk urea formaldehid itu terjadi dalam dua tahap utama, yaitu metilolasi dan kondensasi. Pada langkah metilolasi, urea dan formaldehid yang bereaksi di bawah kondisi yang terkontrol menggunakan katalis basa. Biasanya, tahap metilolasi dilakukan pada pH sekitar 8,0. Tahap metilolasi biasanya menghasilkan padatan terlarut dalam campuran metilol, monometilol urea, dan dimetilol urea dan trimetilol urea.
pH=8
Urea formaldehid monometilol urea
pH =8
dimetil urea
pH
=8
Trimetitol urea
Gambar
2.1 Reaksi Metilolasi
Urea Formaldehid
(Ibeh,
1999)
Reaksi metilolasi urea dikendalikan sehingga
1 mol urea
digabung dengan 2 mol formaldehid untuk
menghasilkan dimetilol urea
yang dominan. Tahap kedua dari
proses resinifikasi melibatkan kondensasi dari jenis
metilolasi dengan
adanya katalis
asam, yang
bila dilakukan sampai selesai, hasil dalam resin, sepenuhnya mengeras
dapat dicairkan dengan jembatan
metilen. Hasil reaksi
kondensasi yang telah ditentukan
titik akhirnya, dan resin
intermediate didinginkan. Resin intermediate distabilkan dengan menyesuaikan pH sampai sekitar 7,0-8,0.
Kondensasi dari metilolasi setara dengan 2 mol urea
bereaksi dengan 1 mol formaldehid untuk membentuk resin
urea formaldehid (Ibeh, 1999).
urea formaldehid urea formaldehid air
Gambar
2.2 Reaksi
Pembentukan Resin Urea Formaldehid
(Ibeh, 1998)
2.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan
Resin Urea Formaldehid
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan resin urea formaldehid adalah sebagai
berikut:
1.
Katalis
Peningkatan tingkat katalis mengurangi pH dan gel waktu
resin urea formaldehid. peningkatan jumlah dari katalis menyebabkan penurunan ketebalan
pembengkakan dan penyerapan air dan perbaikan dalam sifat mekanik particleboards. Namun, penambahan
katalis asam dapat meningkatkan degradasi dari resin urea formaldehid (Xing, dkk., 2006). Penggunaan
katalis pada suatu reaksi akan meningkatkan laju reaksi, begitu juga
yang terjadi pada reaksi urea formaldehid ini, laju
reaksi nya akan meningkat jika digunakan katalis. Katalis yang digunakan pada percobaan ini adalah NH4OH (ammonium
hidroksida) karena reaksi ini
berlangsung dalam suasana basa (Putri dan Nurul, 2011).
2. Viskositas
Nilai viskositas produk urea formaldehid
berbanding lurus dengan derajat polimerisasi. Oleh karena itu, kualitas produk
urea formaldehid dapat diamati dari nilai viskositas, semakin lama waktu
operasi maka nilai viskositasnya semakin besar. Hal ini dikarenakan urea
formaldehid yang terbentuk semakin banyak (Adi, dkk., 2015).
3. Densitas
Nilai
densitas produk urea formaldehid berbanding
lurus dengan derajat polimerisasi.
Oleh karena itu, kualitas produk urea formaldehid dapat diamati juga dari nilai densitas (Adi, dkk., 2015).
4. pH
Nilai
pH untuk produk urea formaldehid dengan bertambahnya waktu relatif
tetap
(Adi, dkk., 2015).
5. Temperatur
Kenaikan temperatur selalu mengakibatkan peningkatan laju
reaksi. Namun kenaikan temperatur ini dapat mempengaruhi jumlah produk yang
terbentuk bergantung pada jenis reaksi tersebut (eksoterm dan endoterm). Oleh
karena itu diperlukan suatu optimasi untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kenaikan temperatur juga dapat menentukan berat molekul resin urea formaldehid.
Hal tersebut dikarenakan adanya pembentukan pusat-pusat aktif yang baru
sehingga memperkecil ukuran molekul resin (Putrid an Nurul, 2011).
6. Waktu
Reaksi
Jumlah
dan sifat produk yang dihasilkan dari suatu reaksi juga dipengaruhi oleh waktu
reaksi, semakin lama waktu reaksi maka jumlah produk yang dihasilkan juga
semakin banyak akibatnya resin yang dihasilkan akan berkadar tinggi dan
memiliki berat molekul yag tinggi (Putri dan Nurul, 2011).
2.5 Kegunaan
Resin Urea Formaldehid
Resin
urea formaldehid merupakan resin termoset yang digunakan terutama sebagai perekat
kayu lapis, papan serat, partikel, dan industri
perabot. Sebagai perekat
kayu, resin
urea formaldehid menguntungkan karena murah, memiliki pengolahan yang baik, pemulihan properti, dan tahan terhadap jamur dan rayap
(Tang, dkk., 1995).
Penggunaan utama dari resin
adalah dalam perekat dan dengan
demikian digunakan dalam produksi
pembentukan kembali hasil hutan seperti partikel dan kayu lapis serta kayu dilaminasi. Resin juga digunakan untuk berbagai keperluan
lain termasuk pengobatan tekstil,
cat dan enamel, kaca pengikat isolasi serat
dan dalam industri pulp dan
kertas (Biddle dan Packer, 2005).
Resin
urea formaldehid diformulasikan di laboratorium untuk industri plywood. Ciri spesifik yang ditentukan
pada resin urea formaldehid adalah padatan yang tidak mudah menguap, waktu gel,
viskositas, dan lain-lain. Resin urea formal dehid dicampur dengan extender, filler dan NH4Cl
(ammonium klorida). Campuran mengandung kira-kira 38,7% resin padat, 56,1%
total padatan dan 43,9% air, digunakan untuk mengikat tiga jenis plywood
softwood dibawah 120 oC, 1379 kPa dan 4 menit kondisi tekanan
panas. Panel plywood dicoba setelah
penyabunan vakum (48 oC) (Oh dan Jong, 2004).
BAB III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1 Bahan Percobaan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan
adalah sebagai berikut:
1.
Amonia (NH3)
Fungsi: sebagai katalis.
2.
Asam Sulfat (H2SO4)
Fungsi: sebagai pentiter.
3.
Aquadest (H2O)
Fungsi: sebagai pelarut.
4.
Etanol (C2H5OH)
Fungsi: untuk melarutkan
sampel.
5.
Formaldehid (CH2O)
Fungsi: sebagai reaktan.
6.
Natrium karbonat (Na2CO3)
Fungsi: sebagai buffering
agent.
7.
Natrium sulfat (Na2SO4)
Fungsi: sebagai buffering
agent.
8.
Phenolphtalein (C20H14O4)
Fungsi:
sebagai indikator dalam titrasi.
9.
Urea (H2NCONH2)
Fungsi: sebagai reaktan.
3.2 Peralatan Percobaan
Adapun peralatan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah:
3.2.1 Peralatan Resinifikasi
1. Beaker glass
Fungsi: sebagai tempat mereaksikan reaktan.
2.
Bunsen
Fungsi: sebagai sumber api.
3.
Buret
Fungsi:
sebagai tempat pentiter.
4.
Cawan porselen
Fungsi:
sebagai tempat analisa kadar resin.
5.
Corong gelas
Fungsi:
sebagai alat untuk mempermudah menuangkan larutan.
6.
Erlenmeyer
Fungsi: sebagai tempat titrasi dan tempat
larutan.
7.
Gelas ukur
Fungsi: sebagai alat untuk mengukur volume
larutan.
8.
Kaki Tiga
Fungsi:
sebagai penahan penangas pasir.
9.
Kertas
indikator pH
Fungsi: sebagai alat untuk megukur pH resin.
10.
Labu leher tiga
Fungsi: sebagai wadah/tempat berlangsungnya reaksi.
11.
Penangas Pasir
Fungsi: untuk memanaskan larutan campuran dalam
labu.
12.
Piknometer
Fungsi: sebagai alat untuk mengukur densitas resin.
13.
Pipet tetes
Fungsi: sebagai alat untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit.
14.
Pipet volumetrik
Fungsi: sebagai alat untuk mengambil sampling resin.
15.
Refluks Kondensor
Fungsi: untuk mengkondensasikan zat yang menguap selama pemanasan.
16.
Stopwatch
Fungsi: untuk menghitung waktu alir larutan.
17.
Statif
dan Klem
Fungsi: penyangga buret.
18.
Termometer
Fungsi: mengukur
suhu campuran dalam labu.
19.
Timbangan elektrik
Fungsi: untuk mengukur massa bahan dan resin.
3.2.2 Peralatan Percobaan Analisa
Adapun peralatan dan fungsi dalam
percobaan analisa adalah sebagai berikut:
1.
Beaker glass
Fungsi:
untuk mengukur volume larutan, tempat pengenceran zat pentiter.
2.
Buret
Fungsi: tempat zat pentiter dan menentukan volume
pentiter.
3. Corong gelas
Fungsi: untuk mempermudah
menuang cairan ke wadah yang bermulut kecil.
4. Erlenmeyer
Fungsi: tempat larutan yang akan dianalisa.
5.
Gelas ukur
Fungsi:
mengukur volume bahan/larutan.
6.
Kertas pH
Indikator
Fungsi:
untuk mengukur pH sampel.
7.
Piknometer
Fungsi:
menentukan densitas air dan larutan.
8. Pipet tetes
Fungsi: untuk mengambil sampel yang akan dianalisa dalam jumlah yang sedikit.
9.
Stopwatch
Fungsi:
mengukur waktu yang digunakan.
10.
Pipet volumetrik
Fungsi: untuk mengambil sampel yang akan
dianalisa.
11.
Timbangan
elektrik
Fungsi: untuk menimbang berat bahan yang digunakan serta menimbang berat piknometer.
3.2.3
Peralatan Percobaan Analisa Kadar Resin
Adapun
peralatan dan fungsi dalam percobaan analisa kadar resin adalah sebagai
berikut:
1.
Cawan porselen
Fungsi: sebagai wadah resin.
2.
Desikator
Fungsi: untuk mendinginkan resin.
3.
Neraca
elektrik
Fungsi: untuk mengukur
massa bahan.
4.
Oven
Fungsi: untuk memanaskan resin.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Tabel
4.1 Hasil Percobaan
Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan
5:4 (Katalis 20% dan Buffer 40%)
No. sampel |
Waktu (menit) |
Densitas (gr/ml) |
Kadar
Formaldehid Bebas (g/ml larutan) |
-rA |
pH |
XA |
CA |
Kadar resin (%) |
0 |
0 |
1,1373 |
3,12 |
0 |
11 |
0,9777 |
0,2968 |
- |
1 |
0 |
1,1743 |
2,52 |
0 |
11 |
0,9820 |
0,2398 |
- |
2 |
8 |
1,0388 |
2,04 |
0 |
11 |
0,9854 |
0,1941 |
45,80 |
3 |
16 |
1,1856 |
1,98 |
0,8199 |
11 |
0,9858 |
0,1884 |
27,40 |
4 |
24 |
0,9618 |
1,62 |
0,5480 |
11 |
0,9884 |
0,1541 |
42,80 |
5 |
32 |
1,1846 |
1,62 |
0,4110 |
11 |
0,9884 |
0,1541 |
40,40 |
6 |
40 |
1,1373 |
1,62 |
0,3288 |
11 |
0,9884 |
0,1541 |
39,40 |
Konstanta
Kecepatan Reaksi (k) = 288,6435
Orde Reaksi terhadap formaldehid (m) = -2,4501
Orde reaksi terhadap urea (n) = 3,9375
Persamaan kecepatan reaksi =
(-rA) = k CAmCBn
=
288,6435CA-2,4501CB3,9375
Tabel
4.2 Hasil Percobaan
Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan
5:4 (Katalis 25% dan Buffer 40%)
No. sampel |
Waktu (menit) |
Kadar
Formaldehid Bebas (g/ml larutan) |
-rA |
Densitas (gr/ml) |
pH |
XA |
CA |
Kadar resin (%) |
0 |
0 |
0,930 |
0 |
1,1047 |
11 |
0,9934 |
0,0885 |
- |
1 |
0 |
0,696 |
0 |
1,1191 |
11 |
0,9950 |
0,0662 |
- |
2 |
8 |
0,666 |
1,6554 |
1,1499 |
11 |
0,9952 |
0,0634 |
42,8 |
3 |
16 |
0,648 |
0,8278 |
1,1571 |
11 |
0,9954 |
0,0617 |
34,4 |
4 |
24 |
0,576 |
0,5522 |
1,1704 |
11 |
0,9959 |
0,0548 |
57,6 |
5 |
32 |
0,576 |
0,4141 |
1,2002 |
11 |
0,9959 |
0,0548 |
71,4 |
6 |
40 |
0,576 |
0,3313 |
1,2197 |
11 |
0,9959 |
0,0548 |
72,0 |
Konstanta
Kecepatan Reaksi (k) =
197,795
Orde Reaksi terhadap formaldehid (m) = 1,914
Orde reaksi terhadap urea (n) =
0,833
Persamaan kecepatan reaksi =
(-rA) = k CAmCBn
=
197,795CA1,914CB0,833
Tabel
4.3 Hasil Percobaan
Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan
5:4 (Katalis
30% dan Buffer 40%)
No. sampel |
Waktu (menit) |
Densitas (gr/ml) |
Kadar
Formaldehid Bebas (g/ml larutan) |
-rA |
pH |
XA |
CA |
Kadar resin (%) |
0 |
0 |
0,9731 |
5,40 |
0 |
12 |
0,9614 |
0,5138 |
- |
1 |
0 |
1,2030 |
5,22 |
0 |
12 |
0,9627 |
0,4966 |
- |
2 |
8 |
1,0542 |
3,42 |
0 |
12 |
0,9755 |
0,3254 |
43,80 |
3 |
16 |
0,8058 |
3,30 |
0,8120 |
12 |
0,9764 |
0,3140 |
48,40 |
4 |
24 |
1,1476 |
2,94 |
0,5428 |
12 |
0,9790 |
0,2797 |
35,20 |
5 |
32 |
1,1733 |
2,88 |
0,4073 |
12 |
0,9794 |
0,2740 |
36,40 |
6 |
40 |
1,1784 |
2,88 |
0,3258 |
12 |
0,9794 |
0,2740 |
43,80 |
7 |
48 |
1,1209 |
2,88 |
0,2715 |
12 |
0,9794 |
0,2740 |
33,40 |
Konstanta
Kecepatan Reaksi (k) =
4,666
Orde Reaksi terhadap formaldehid (m) = 1,1369
Orde reaksi terhadap urea =
0,4
Persamaan kecepatan reaksi = (-rA) = k CAmCBn
=
4,666CA-1,1369CB0,4
Tabel
4.4 Hasil Percobaan
Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan
5:4 (Katalis
35% dan Buffer 40%)
No. sampel |
Waktu (menit) |
Densitas (gr/ml) |
Kadar
Formaldehid Bebas (g/ml larutan) |
-rA |
pH |
XA |
CA |
Kadar resin (%) |
0 |
0 |
1,0106 |
4,32 |
0 |
12 |
0,9691 |
0,4110 |
- |
1 |
0 |
1,0682 |
3,30 |
0 |
12 |
0,9764 |
0,3140 |
- |
2 |
8 |
1,0821 |
3,06 |
1,6269 |
12 |
0,9781 |
0,2911 |
25,8 |
3 |
16 |
1,0950 |
2,76 |
0,8153 |
12 |
0,9803 |
0,2626 |
29,6 |
4 |
24 |
1,1348 |
2,70 |
0,5437 |
12 |
0,9807 |
0,2569 |
30,2 |
5 |
32 |
1,1408 |
2,70 |
0,4078 |
12 |
0,9807 |
0,2569 |
32,0 |
6 |
40 |
1,1418 |
2,16 |
0,3275 |
12 |
0,9846 |
0,2055 |
33,0 |
7 |
48 |
1,1418 |
2,16 |
0,2729 |
12 |
0,9846 |
0,2055 |
35,8 |
8 |
56 |
1,1418 |
2,16 |
0,2339 |
12 |
0,9846 |
0,2055 |
28,2 |
Konstanta
Kecepatan Reaksi (k) =
119,861
Orde Reaksi terhadap formaldehid (m) = -0,0101
Orde reaksi terhadap urea (n) = 2,3750
Persamaan kecepatan reaksi =
(-rA) = k CAmCBn
=
119,861CA-0,0101CB2,3750
Tabel
4.5 Hasil Percobaan
Pembuatan Resin Urea Formaldehid Perbandingan
5:4 (Katalis
40% dan Buffer 40%)
No. sampel |
Waktu (menit) |
Densitas (gr/ml) |
Kadar
Formaldehid Bebas (g/ml larutan) |
-rA |
pH |
XA |
CA |
Kadar resin (%) |
0 |
0 |
1,0960 |
4,890 |
0 |
12 |
0,9650 |
0,4652 |
- |
1 |
0 |
1,1308 |
4,278 |
0 |
12 |
0,9694 |
0,4070 |
- |
2 |
8 |
1,1328 |
3,840 |
1,6177 |
12 |
0,9725 |
0,3653 |
36,8 |
3 |
16 |
1,1328 |
3,792 |
0,8091 |
12 |
0,9729 |
0,3608 |
37,2 |
4 |
24 |
1,1209 |
3,750 |
0,5396 |
12 |
0,9732 |
0,3568 |
37,6 |
5 |
32 |
1,1278 |
3,630 |
0,4050 |
12 |
0,9740 |
0,3454 |
37,4 |
6 |
40 |
1,1159 |
3,480 |
0,3244 |
12 |
0,9751 |
0,3311 |
24,4 |
7 |
48 |
1,1288 |
3,480 |
0,2703 |
12 |
0,9751 |
0,3311 |
29,8 |
8 |
56 |
1,1259 |
3,480 |
0,2317 |
12 |
0,9751 |
0,3311 |
30,2 |
Konstanta
Kecepatan Reaksi (k) = 1
Orde Reaksi terhadap formaldehid (m) = 5,6609
Orde reaksi terhadap urea (n) = -2,7526
Persamaan kecepatan reaksi =
(-rA) = k CAmCBn
= CA5,6609CB-2,7526
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Perubahan
Waktu Terhadap Densitas
Densitas adalah nilai yang menunjukkan bobot bahan per satuan volume. Berikut
ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan perubahan waktu terhadap densitas.
Gambar 4.1 menunjukkan grafik bahwa
selama reaksi resinifikasi berlangsung, densitas sampel yang diperoleh
mengalami fluktuasi untuk percobaan,
pada run I, run III dan run V. Dan grafik pada run II, run dan run IV mengalami
peningkatan.
Pada run I
diperoleh densitas resin pada menit 0 sebesar 1,1373 g/ml
dan 1,1743, pada menit ke 8 sebesar 1,0388 g/ml, pada menit ke 16 sebesar 1,1856 g/ml, pada menit ke 24 sebesar 0,9618 g/ml, pada menit ke 32 sebesar 1,1846 g/ml, dan pada menit 40 sebesar 1,1373 g/ml. Pada run II
densitas resin pada menit 0 sebesar 1,1047
g/ml dan 1,1191 g/ml, pada menit ke 8 sebesar 1,1499 g/ml, pada menit ke 16 sebesar 1,1571 g/ml, pada menit ke 24 sebesar 1,1704 g/ml, pada menit ke 32 sebesar 1,2002
g/ml, dan pada menit 40 sebesar 1,2197 g/ml. Pada run III,
diperoleh densitas resin pada menit 0 sebesar 0,9731 g/ml dan 1,2030 g/ml, pada menit ke 8 sebesar 1,0542 g/ml, pada menit ke 16 sebesar 0,8058 g/ml, pada menit ke 24 sebesar 1,1476 g/ml, pada menit ke 32 sebesar 1,1733 g/ml, pada menit ke
40 sebesar 1,1784 g/ml dan pada menit ke 48 sebesar 1,1209 g/ml. Pada run IV, diperoleh
densitas resin pada menit 0 sebesar 1,0106 g/ml dan 1,0682 g/ml,
pada menit ke 8
sebesar 1,0821
g/ml, pada menit ke 16
sebesar 1,0950
g/ml, pada menit ke 24
sebesar 1,1348
g/ml, pada menit ke 32
sebesar 1,1408 g/ml, pada menit ke 40 sebesar 1,1418, pada menit ke 48
sebesar 1,1418 g/ml dan pada menit ke 56 sebesar 1,1418 g/ml. Pada run V, diperoleh
densitas resin pada menit 0 sebesar 1,096
g/ml dan 1,1308 g/ml, pada menit ke 8 sebesar 1,1328 g/ml, pada menit ke 16 sebesar 1,1328 g/ml, pada menit ke 24 sebesar 1,1209 g/ml, pada menit ke 32 sebesar 1,1278
g/ml, pada menit ke 40 sebesar 1,1159 g/ml, pada menit ke
48 sebesar 1,1288 g/ml dan pada menit 56 sebesar 1,1259 g/ml.
Densitas
yang tinggi disebabkan oleh resin urea formaldehid yang terbentuk akan semakin
banyak sehingga larutan menjadi lebih kental dan kerapatan partikelnya semakin
tinggi, dengan bantuan katalis pembentukan urea formaldehid akan semakin cepat
seiring dengan bertambahnya katalis di setiap variasi (Firmanto dan Frily, 2017).
Secara teori, semakin lama reaksi berlangsung maka akan semakin banyak produk yang dihasilkan, dan akan konstan bila semua reaktan sudah terkonversi (Syaichurrozi, dkk., 2016).
Menurut teori, laju reaksi berbanding lurus dengan
konstanta kecepatan reaksi dimana persamaan tersebut adalah :
(-rA)
= k CAn (Levenspiel, 1999)
Menurut hukum Arhenius, konstanta kecepatan reaksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor dimana salah satu faktor tersebut adalah suhu
dimana persamaan konstanta kecepatan reaksi adalah sebagai berikut:
k = (k0 ℮-E/RT) (Levenspiel,
1999)
Dari persamaan diatas dapat diperoleh hubungan densitas terhadap waktu dan suhu yaitu:
Dimana:
V =
volume (ml)
NA =
konsentrasi zat A (mol/ml)
g =
massa (gram)
BM = berat
molekul (gram/mol)
ρ =
densitas (gram/ml)
CA =
konsentrasi zat A (M)
k =
konstanta laju reaksi
T = suhu
(°C)
-rA =
laju pengurangan zat A (mol/ml)
t =
waktu (menit)
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa
densitas berbanding lurus dengan waktu dan suhu.
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa densitas
sebanding dengan kadar katalis yang digunakan, dimana semakin banyak katalis
yang digunakan densitas juga akan semakin meningkat dan densitas juga sebanding
dengan waktu reaksi, dimana semakin lama waktu pembuatan resin maka densitas
resin juga akan meningkat.
Dari
hasil yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil percobaan untuk run II dan run IV sudah sesuai teori dimana
densitas mengalami peningkatan selama bertambahnya waktu reaski sedangkan untuk
run I, run III dan run V belum sesuai teori dimana grafik mengalami fluktuasi. Sedangkan
hasil dari percoban terhadap pengaruh katalis belum sesuai teori dimana
densitas mengalami fluktuasi setiap penambahan jumlah katalis. Hal
ini disebabkan karena suhu yang
digunakan saat pemanasan mengalami fluktuasi atau tidak konstan dan didapat
pengaruh suhu terhadap densitas berbanding lurus sehingga mempengaruhi perolehan densitas resin yang
diperoleh.
4.2.2 Hubungan Perubahan Waktu Terhadap pH
Tujuan dari analisa ini adalah untuk
mengetahui kondisi reaksi yang sangat berpengaruh terhadap reaksi atau hasil
reaksi selama proses kondensasi polimerisasi terjadi. Berikut adalah grafik
yang menunjukkan hubungan perubahan waktu terhadap pH.
Gambar 4.2 Hubungan Perubahan Waktu Terhadap pH
Gambar
4.2 menunjukkan grafik
bahwa selama reaksi resinifikasi berlangsung, pH untuk semua percobaan mengalami konstan hingga
menit terakhir dengan pH sampel yaitu 11 untuk run I dan run II, sedangkan untuk run III, run
IV, dan run V yaitu 12.
Reaksi urea-formaldehid merupakan reaksi kondensasi antara urea dengan
formaldehid. Pada umumnya reaksi menggunakan katalis hidroksida alkali dan
kondisi reaksi dijaga tetap pada pH 8-9 agar tidak terjadi reaksi Cannizaro, yaitu reaksi diproporsionasi formaldehid
menjadi alkohol dan asam karboksilat. Untuk menjaga agar pH tetap konstan maka dilakukan penambahan natrium karbonat sebagai buffer ke dalam campuran (Muklisin, 2013).
Fungsi
katalis adalah untuk mempercepat proses pengerasan atau proses hardening resin. Katalis yang digunakan pada
resin akan membebaskan panas dan panas itulah yang mempercepat proses penyatuan
dan pengerasan campuran butiran marmer (Santi, 2009). Ammonium adalah ion NH4+
yang bersifat tidak berwarna, berbau menyengat dan berbahaya bagi kesehatan,
ammonium yang bersifat basa bila terkena sinar atau panas akan menimbulkan bau
menyengat (Mukaromah, dkk., 2010).
Dari
teori diatas dapat diketahui bahwa jumlah katalis berpengaruh pada pH resin,
dimana katalis yang digunakan berupa ammonia (NH3) yang merupakan
senyawa basa, maka setiap penambahan jumlah katalis basa akan meningkatkan pH
reaksi.
Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil percobaan sudah sesuai
dengan teori
dimana pH meningkat pada penambahan jumlah katalis basa dari pH= 11 pada run I
dan run II menjadi pH= 12 pada run III, IV dan V, pH untuk setiap run juga tetap
konstan seiring bertambahnya waktu.
4.2.3 Hubungan Perubahan Waktu
Terhadap Kadar Formaldehid Bebas
Tujuan dari analisa
kadar formaldehid bebas adalah untuk mengetahui banyaknya formaldehid yang
belum habis bereaksi. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan
perubahan waktu terhadap kadar foramldehid bebas.
Gambar 4.3 Hubungan Perubahan Waktu Terhadap Kadar Formaldehid Bebas
Gambar 4.3 menunjukkan grafik selama
reaksi resinifikasi berlangsung, kadar formaldehid yang diperoleh mengalami penurunan
seiring dengan bertambahnya waktu pada percobaan. Pada run I kadar formaldehid
konstan pada t = 24
menit, pada run
II konstan pada t = 24
menit, pada run
III konstan pada t = 32
menit, pada Run IV konstan pada t = 42
menit, dan run
V konstan pada t = 42
menit.
Pada run I,
diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 3,12 g/ml dan 2,52 g/ml larutan, pada
menit 8 sebesar 2,04 g/ml larutan, pada menit
16 sebesar 1,98 g/ml larutan, pada menit
24 sebesar 1,62 g/ml larutan, pada menit
32 sebesar 1,62 g/ml larutan, dan pada menit 40 sebesar 1,62 g/ml larutan. Pada run
II, diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 0,930 g/ml dan 0,696 g/ml larutan, pada
menit 8 sebesar 0,666 g/ml larutan, pada menit
16 sebesar 0,648 g/ml larutan, pada menit
24 sebesar 0,576 g/ ml larutan, pada
menit 32 sebesar 0,576 g/ml larutan, dan pada
menit 40
sebesar 0,576
g/ml larutan. Pada
run III, diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 5,4 g/ ml dan 5,22 g/ml larutan, pada
menit 8 sebesar 3,42 g/ml larutan, pada menit
16 sebesar 3,3 g/ ml larutan, pada menit 24 sebesar 2,94 g/ml larutan, pada menit 32 sebesar 2,88 g/ml larutan, pada menit
ke 40 sebesar 2,88 g/ml larutan, dan pada menit 48 sebesar 2,88 g/ml larutan.
Pada run IV, diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 4,32 g/ml dan 3,3 g/ml larutan, pada
menit 8 sebesar 3,06 g/ml larutan, pada menit
16 sebesar 2,76 g/ml larutan, pada menit
24 sebesar 2,7 g/ml larutan, pada menit
32 sebesar 2,7 g/ml larutan, pada menit 40 sebesar 2,16 g/ml larutan, pada menit 48 sebesar 2,16 g/ml larutan, dan pada menit 56 sebesar 2,16 g/ml larutan. Pada run
V, diperoleh kadar formaldehid bebas pada menit 0 sebesar 4,89 g/ml dan 4,278 g/ml larutan, pada
menit 8 sebesar 3,84 g/ml larutan, pada menit 16 sebesar 3,792 g/ml larutan, pada menit
24 sebesar 3,75 g/ ml larutan, pada
menit 32 sebesar 3,63 g/ ml larutan, pada
menit 40 sebesar 3,48 g/ml larutan, pada menit 48 sebesar 3,48 g/ml larutan, pada menit 56 sebesar 3,48 g/ml larutan.
Semakin lama waktu reaksi, maka kadar formaldehid bebas semakin sedikit. Hal tersebut terjadi karena dengan bertambahnya waktu maka akan semakin banyak formaldehid yang bereaksi dengan urea dan membentuk urea-formaldehid. Katalis menyebabkan reaksi akan berlangsung cepat karena katalis akan menurunkan energi aktivasi yaitu energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi untuk memperoleh produk sehingga waktu reaksi lebih cepat dan dengan penambahan katalis ini dapat meningkatkan kerja tumbukan partikel sehingga mempercepat laju reaksi (Firmanto dan Frily, 2017). Dari teori tersebut didapatkan bahwa katalis mempercepat laju reaksi sehingga waktu reaksi semakin singkat dan kadar formaldehid yang dihasilkan pun akan semakin cepat konstan karena akan semakin cepat formaldehid bereaksi dengan urea. Jadi, semakin banyak katalis yang digunakan maka semakin banyak atau cepat pula kadar formaldehid bebas yang dihasilkan.
Dari hasil yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil percobaan pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V telah
sesuai dengan teori. Dimana grafik mengalami penurunan dan konstan pada titik
tertentu. Namun hasil percobaan terhadap katalis belum sesuai teori dimana
kadar formaldehid bebas mengalami fluktuasi setiap penambahan katalis, hal ini
dapat disebabkan oleh pengukuran volume katalis yang kurang tepat.
4.2.4 Hubungan Konversi dengan Waktu
Gambar 4.4 Hubungan Konversi dengan Waktu
Gambar 4.4 menunjukkan
grafik hubungan konversi terhadap waktu (menit) pada Run I, Run II, Run III,
Run IV, dan Run V. Dari grafik diatas dapat dilihat pada Run I mengalami
kenaikan dari menit ke-0 sampai menit ke-24 sebesar 0,9777 menjadi 0,9884 kemudian konstanan hingga menit ke-40. Pada Run II mengalami kenaikan dari menit ke-0
sampai menit ke-24
sebesar 0,9934
menjadi 0,9959 kemudian konstan hingga menit ke-40. Pada Run III
mengalami kenaikan dari menit ke-0 sampai menit ke 32 sebesar 0,9614 menjadi
0,9794 kemudian konstan hingga menit ke-48. Pada Run IV mengalami kenaikan dari menit ke-0
sampai menit ke 40 sebesar 0,9691 menjadi 0,9864 kemudian konstan hingga menit
ke-56. Pada Run V mengalami kenaikan dari menit ke-0 sampai menit ke 40 sebesar
0,965 menjadi 0,9751 kemudian konstan hingga menit ke-56.
Setiap kenaikan jumlah katalis
mengakibatkan kenaikan persen konversi, karena peningkatan jumlah katalis
mengakibatkan jumlah active site semakin
banyak yang akan memberikan peluang terjadinya reaksi pembentukan produk
sehingga konversi reaktan meningkat (Sidabutar, dkk., 2013).
Berdasarkan teori, penurunan laju reaksi disebabkan oleh konsentrasi reaktan yang semakin menurun karena semakin banyak reaktan yang bereaksi membentuk produk. Hal ini sesuai dengan yang menyatakan banyaknya reaktan yang berkurang per satuan waktu, dimana semakin lama waktu reaksi maka konsentrasi reaktan semakin menurun. Dengan demikian, laju reaksi juga akan semakin menurun.
Semakin lama reaksi berlangsung maka semakin banyak formaldehid yang terkonversi membentuk resin sehingga kadar formaldehid yang tersisa semakin menurun. Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V telah sesuai dengan teori. Namun hasil percobaan terhadap katalis belum sesuai teori dimana konversi mengalami fluktuasi setiap penambahan katalis, hal ini dapat disebabkan karena pengukuran volume katalis yang kurang tepat.
4.2.5 Hubungan CA dengan -rA
Berikut adalah grafik yang
menunjukkan hubungan CA dengan -rA
Gambar
4.5 Hubungan –rA dengan CA
Gambar 4.5 diatas menunjukkan grafik hubungan CA (M) terhadap perubahan kecepatan reaksi (-rA) (M/menit). Dari grafik di atas dapat dilihat dimana konsentrasi semakin berkurang seiring bertambahnya waktu dan akan mencapai suatu nilai yang konstan. Sedangkan –rA semakin berkurang karena reaktan akan bereaksi membentuk suatu produk. Sehingga hubungan antara CA dengan –rA adalah sebanding, dimana semakin kecil nilai CA maka nilai (-rA) juga semakin menurun. Pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V terjadi kekonstanan pada nilai CA tetapi (-rA) mengalami penurunan.
Pada run I
diperoleh harga –rA pada saat CA = 0,2968 M sebesar 0, pada CA
= 0,2398 M sebesar 0, pada CA =
0,1941 M sebesar 0, pada CA
= 0,1884 M sebesar 0,8199, pada CA =
0,1541 M sebesar 0,548, pada CA = 0,1541 M sebesar 0,411,
dan pada CA = 0,1541 M sebesar 0,3288. Pada run II diperoleh
harga –rA pada saat CA = 0,0885
M sebesar 0,
pada CA = 0,0662 M sebesar 0, pada CA
= 0,0634 M sebesar 1,6554, pada CA = 0,0617 M sebesar 0,8278, pada CA = 0,0548 M sebesar 0,5522, pada CA = 0,0548 M sebesar 0,4141, dan pada CA = 0,0548 M sebesar 0,3313. Pada run III diperoleh
harga –rA pada saat CA = 0,5138
M sebesar 0, pada CA =
0,4966
M sebesar 0, pada CA =
0,3254 M sebesar 0, pada CA
= 0,314 M sebesar 0,812, pada CA = 0,2797 M sebesar 0,5428, CA = 0,274 M sebesar 0,4073, CA = 0,274 M sebesar 0,3258, dan CA = 0,274 M sebesar 0,2715. Pada run IV diperoleh
harga –rA pada saat CA = 0,411
M sebesar 0, pada CA =
0,314
M sebesar 0, pada CA =
0,2911
M sebesar 1,6269,
pada CA = 0,2626 M sebesar 0,8153, pada CA = 0,2569 M sebesar 0,5437, pada CA = 0,2569 M sebesar 0,4078, pada CA = 0,2055 M sebesar 0,3275, pada CA = 0,2055 M sebesar 0,2729, dan pada CA = 0,2055 M sebesar 0,2339. Pada run V diperoleh
harga –rA pada saat CA = 0,4652
M sebesar 0, pada CA =
0,407 M sebesar 0, pada CA
= 0,3653 M sebesar 1,6177, pada CA = 0,3608 M sebesar 0,8091, pada CA = 0,3568 M sebesar 0,5396, pada CA = 0,3454 M sebesar 0,405, pada CA = 0,3311 M sebesar 0,3244, pada CA = 0,3311 M sebesar 0,2703, dan pada CA = 0,3311 M sebesar 0,2317.
Laju
reaksi menggunakan katalisator bergantung pada aktivitas katalitiknya, makin
tinggi aktivitas katalitiknya maka laju reaksinya makin cepat. Ada lima jenis
aktivitas katalitik yang dikenal yaitu:
1. Aktivitasnya bergantung pada konsentrasi dari
luas permukan katalisator.
2. Aktivitasnya hanya spesifik untuk katalisator
tertentu.
3. Aktivitasnya bergantung pada bentuk geometri
atau orientasi permukaan katalisator.
4. Aktivitasnya memerlukan promoter tertentu,
promoter adalah zat yang berfungsi untuk mengaktifkan kerja katalitik dari
katalisator.
5. Aktivitasnya berlangsung baik jika tidak ada
inhibitor, inhibitor adalah zat yang menghambat kerja katalisator.
(Widjajanti, 2005)
Konsentrasi formaldehid pada reaksi pada waktu tersebut konstan sehingga perubahan laju reaksi hanya dipengaruhi oleh waktu,
Menurut
teori, konsentrasi akan semakin menurun dengan bertambahnya waktu. Reaksi
berlangsung hingga didapat kesetimbangan reaksi dimana konsentrasi menjadi
konstan dan proses dapat dihentikan.
Secara teori dimana nilai CA semakin kecil nilai –rA juga semakin kecil.
Maka dapat disimpulkan percobaan pada Run I, Run II,
Run III, Run IV, dan Run V telah sesuai teori. Namun hasil percobaan terhadap
katalis belum sesuai teori dimana laju reaksi mengalami fluktuasi setiap
penambahan katalis, hal ini dapat disebabkan karena pengukuran volume katalis
yang kurang tepat.
4.2.6 Hubungan Perubahan Waktu terhadap Kadar Resin
Tujuan analisa kadar resin adalah untuk mengetahui
kadungan resin yang terdapat pada resin urea formaldehid. Berikut ini adalah
grafik yang menunjukkan hubungan perubahan waktu terhadap kadar resin.
Gambar 4.6
diatas
menunjukkan grafik hubungan kadar resin yang diperoleh pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run V. Pada Run I, Run II, Run III, Run IV, dan Run Vdiperoleh kadar resin berfluktuasi
disetiap
waktunya.
Pada run I diperoleh
kadar resin pada menit ke 8
sebesar 45,8%, pada menit ke 16 sebesar 27,4%, pada menit ke 24 sebesar 42,8%, pada menit ke 32 sebesar 40,4%, dan pada menit ke 40 sebesar 39,4%. Pada run II diperoleh kadar resin pada menit ke 8 sebesar 42,8%, pada menit ke 16 sebesar 34,4%, pada menit ke 24 sebesar 57,6%, pada menit ke 32 sebesar 71,4%, dan pada menit ke 40 sebesar 72%. Pada run III diperoleh kadar resin pada menit ke 8 sebesar 43,8%, pada menit ke 16 sebesar 48,4%, pada menit ke 24 sebesar 35,2%, pada menit ke 32 sebesar 36,4%, pada menit ke 40 sebesar 43,8%, dan pada menit ke 48 sebesar 33,4%. Pada run IV diperoleh
kadar resin pada menit ke 8
sebesar, 25,8%,
pada menit ke 16
sebesar 29,6%, pada menit ke 24 sebesar 30,2%, pada menit ke 32 sebesar 32%, pada menit ke 40 sebesar 33%, pada menit ke 48 sebesar 35,8% dan pada menit ke 56 sebesar 28,2%. Pada run V diperoleh
kadar resin pada menit ke 8
sebesar, 36,8%,
pada menit ke 16
sebesar 37,2%, pada menit ke 24 sebesar 37,6%, pada menit ke 32 sebesar 37,4%, pada menit ke 40 sebesar 24,4%, pada menit ke 48 sebesar 29,8% dan pada menit ke 56 sebesar 30,2%.
Resin thermosetting biasanya cairan atau
padatan dimana titik leleh rendah dalam bentuk awal mereka. Ketika digunakan
untuk menghasilkan barang jadi, resin thermosetting
ini diawetkan dengan menggunakan katalis, panas atau kombinasi dari keduanya. Setelah
proses curing, resin thermosetting memadat dan tidak dapat diubah kembali ke bentuk aslinya
(Ishak, 2012).
Resin urea
formaldehid ini
adalah aminoplastik, istilah umumnya digunakan untuk mewakili resin polimer
yang dibentuk oleh interaksi dari amina atau amida dengan aldehida. Pemanasan
akan membentuk ikatan silang dan menjadi termoset yang tidak dapat dicairkan
kembali (Thomas, 2011). Reaksi polikondensasi dapat
berlangsung sempurna sampai membentuk rantai dan struktur senyawa itu tanpa
adanya gugus fungsional dan tidak dapat cure dengan sendirinya. Pada suasana
asam, raeksi kondensasi berjalan cepat (Rokhati dan Prasetyaningrum, 2008).
Peningkatan
kadar resin pada resin urea formaldehid cenderung meningkatkan sifat fisis dan
mekanisnya. Semakin tinggi kadar resin urea formaldehid maka nilai kadar air,
daya serap air dan pengembangan tebal semakin menurun (Alghiffari, 2008).
Oleh karena itu,
adanya pemanasan atau proses curing polimerisasi kondensasi masih berlangsung
dimana molkeul air terus dihasilkan sehingga sifat termoset ini akan memadatkan
resin dan kadar resin semakin besar. Maka dari percobaan yang dilakukan belum
sesuai dengan teori yang ada, yaitu semakin lama waktu curing maka kadar resin yang terbentuk dipercobaan mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan saat pemanasan mengalami
fluktuasi atau tidak konstan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:
1.
Semakin sedikit resin yang
terbentuk maka densitas yang
dihasilkan juga cenderung menurun.
2.
Dari
grafik pengaruh waktu terhadap pH, maka dapat disimpulkan bahwa bahwa hasil percobaan sesuai dengan teori yaitu
dengan adanya penambahan buffering agent
ke dalam campuran maka pH akan konstan.
3.
Dari
grafik pengaruh waktu terhadap kadar formaldehid bebas, semakin lama reaksi
berlangsung, maka semakin sedikit formaldehid yang terkonversi membentuk
resin urea formaldehid sehingga hasil percobaan sesuai dengan teori.
4.
Dari
grafik hubungan antara XA dengan
waktu, semakin lama reaksi berlangsung maka reaktan akan berkurang dan konversi
akan meningkat hingga didapat nilai yang konstan.
5.
Dari grafik hubungan antara
–rA dengan CA , konsentrasi cenderung menurun seiring
bertambahnya waktu, sedangkan –rA mengalami penurunan karena reaktan akan bereaksi membentuk suatu produk.
6. Konstanta kecepatan reaksi yang diperoleh pada run I dan run II yaitu 1 dan 1,5529 orde reaksi terhadap formaldehid pada run I dan run II yaitu 5,2122 dan 5,1807, dan orde reaksi terhadap urea pada run I dan II yaitu -2,847 dan -2,2724. Persamaan kecepatan reaksi untuk run I yaitu CA5,2122CB-2,8472 dan run II adalah 1,5529 CA5,1807CB-2,2724.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah:
1.
Disarankan melakukan uji coba kekerasan suatu resin
yang dibuat.
2.
Disarankan untuk memvariasikan jenis katalis dengan menggunakan katalis
asam seperti asam klorida (HCl).
3.
Divariasikan dengan sampel yang berbeda membentuk
resin lain seperti melamin urea formaldehid.
4.
Disarankan untuk memvariasikan perbandingan antara urea dan formaldehida
seperti 8:9, 14:3, dan lain-lain.
5.
Melakukan perbandingan hasil dari resin buatan
dengan resin alami sebagai aplikasi yang bisa diterapkan, contohnya resin
dari akar alang-alang.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, K, Apit R,
dan Mukhtar G. 2015. Reaksi Pembentukan
Urea Formaldehid Sebagai Bahan Perekat Serbuk Kayu. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung.
Alghiffari, Ahmad Firman. 2008. Pengaruh Kadar Resin Perekat Urea
Formaldehida Terhadap Sifat-Sifat Papan Partikel Dari Ampas Tebu.
Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Anjana, Fika., Widya Rosa Oktaviani., dan
Achmad Roesyadi. 2014. Studi Kinetika Dekomposisi Glukosa pada Temperatur
Tinggi. Jurnal Teknik POMITS. Vol 2 (2).
Biddle, R dan
Packer, John. 1992. X-Polymers-A-Industrial
Resins. New Zealand: McGraw-Hill.
Christjanson,
Peep, Tonis Pehk dan Kadri Siimer. 2006. Structure Formation in Urea
Formaldehyde Resin Synthesis. Proc.
Estonian Acad. Sci. Chem, 55, 4, 212-225.
Firmanto, Fariz Ihsan, dan
Frily Marina. 2017. Pengaruh Kadar
Katalis Terhadap Pembuatan Resin Urea Formaldehid Skala Laboratorium. Cilegon:
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Froment, Gilbert F, Kenneth
B Bischoff dan Juray De Wilde. 2011. Chemical
Reactor Analysis and Design. United States of America : John Willey &
Sons.
Hlaing, Nway Nay, dan Mya
Mya Oo. 2008. Manufacture of Alkyd Resin
From Castor Oil. World Academy of Science, Engineering and Technology 24.
Ibeh, Chritopher C. 1999. Handgrots of Thermoset Plastic Amino and Furan Resins. New Jersey: United States of America.
Ishak, Norliza Binti. 2012. Formulation
of Melamine Urea Formaldehyde(MUF) Resin by Using Various Types of Filler.
Malaysia: Universiti Malaysia Pahang.
Khaerudini, Deni
S., dan Muljadi. 2007. Pengaruh Variasi
Sludge-Serbuk Kayu sebagai Penguat Terhadap Sifat Mekanik Material Komposot
Matriks Urea Formaldehida. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Volume 3 No. 1.
Tanggerang: Pusat Penelitian Fisika.
Levenspiel,
Octave. 1999. Chemical Reaction
Engineering Third Edition. New York: John Wiley and Sons.
Mukaromah, Ana Hidayati, Muh, Amin, dan
Sri Darmawati. 2010. Penggunaan Self
Cleaning Fotokatalis TiO2 dalam Mendegradasi Ammonium (NH4+)
Berdasarkan Lama Waktu Penyinaran. Jurnal Kesehatan. Vol. 3. No. 1.
Muklisin, Imam. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Magnet Komposit Ferit dengan Bahan Pengikat
Resin. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Nedwick,
Paul. 1997. Latex Modification of Urea
Formaldehyde Resins. TAPPI Journal. Vol. 81. No. 9. Hal: 181-183.
Obichukwu, Mathew. 2005. Etylated Urea- Eter-Modified Urea –Formaldehyde Resins, For I:
Structural Physicochemical Properties. Nigeria Federal University of
Technology.
Oh, Yong Sung, dan Jong Kyu Lee. 2004.
Evaluation of Korean Softwood Plywood bonded with Urea-Formaldehyde Resin
Adhesive. Forest Products Journal.
Vol. 54. Pg 77.
Osemeahon, S.A dan Barminas J.T. 2007.
Study of Some Physical Properties of Urea Formaldehyde and Urea Proparaldehyde
Copolymer Composite for Emulsion Paint Formulation. International Journal of Physical Sciences. Vol.2(7) p: 169-177.
Putri, Anditania Sari Dwi dan Nurul Sarah.
2011. Resin Urea-Formaldehid dan Resin
Fenol-Formaldehid. Jurusan D-3 Teknik Kimia. Politeknik Negeri Bandung :
Bandung.
Qiaojia, Lin, Yang, Guidi, Liu Jinghong,
dan Rao, Jiuping, 2006. Property of
Nano-SiO2/ Urea Formaldehyde Resin. Front For China Journal. Vol 2. Pg 230-237.
Rokhati, Nur Dan Aji Prasetyaningrum. 2008. Pembuatan Resin Phenol Formaldehid Terhadap Aplikasinya Sebagai Vernis.
Fakultas Teknik. Universitas
Diponegoro: Semarang.
Santi, Sintha Soraya. 2009. Pengaruh Katalis pada Pembuatan Marmer
Sintetis dari Limbah Marmer. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. Vol. 9. No. 2.
Santoso, Adi, Surdiding Ruhendi, Yusuf
Sudo Hadi, dan Suminar S Achmadi. 2003. Komposisi
Resin dan Kadar Aditif dalam Perekat Lignin Resorsinol Formaldehida pada Kayu
Lamina Kempas. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Vol. 16 No.2.
Santoso, Adi dan Sutigno, Paribotro. 2010.
Pengaruh
Tepung Gaplek Dan Dekstrin Sebagai Ekstender Perekat Urea Formaldehida Terhadap
Keteguhan Rekat Kayu Lapis Kapur, Puslitbang Teknologi Hasil Hutan.
Selvamony, Subash
Chandra Bose. 2013. Kinetics And Product
Selectivity (Yield) Of Second Order Competitive Consecutive Reactions In
Fed-Batch Reactor And Plug Flow Reactor. Research Article. Processes
Engineering, Arch Pharmalabs Ltd, 541a Marol Maroshi Road. Volume 2013. ISSN
Chemical Engineering. Hindawi Publishing Corporation Mumbai: India.
Sidabutar,
Elizabeth DC, M Nur Faniudin dan M Said. 2013. Pengaruh Rasio Reaktan dan Jumlah Katalis Terhadap Konversi Minyak
Jagung Menjadi Metil Ester. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Snycheva, E V, dan S. S Glazkov. 2006. Influence
of Adhesive Latex Composites on The Curing of Urea-Formaldehyde Resins. International
Polymer Science and Technology. 34,5.
Pg. T21.
Syaichurrozi,
Iqbal, Della Tri Winarni, Mita Napitasari, Yulius Sandy, Yahya Almundzir dan
Heri Heriyanto. 2016. Pengaruh Rasio
Molar Formaldehid/ Urea (F/U) Menggunakan Katalis NaOH dan NH4OH
Terhadap Pembuatan Resin Urea Formaldehid Skala Laboratorium. Eksergi Vol.
13, No.1.
Tang, Quan, Thomas Elder, dan
Anthony H. Conner. 1995. Modification of Urea-Formaldehyde
Resin Adhesives: A Computational Study. Proceedings of a Symposium. Forest
Products Laboratory, Madison, Wisconsin.
Thomas, Raju., Poornima Vijayan., Sabu Thomas. 2011. Recycling of thermosetting polymers: Their blends and composites, School of Chemical Sciences, Mahatma Gandi University.
Widjajanti,
Endang. 2005. Pengaruh Katalisator
Terhadap Laju Reaksi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Xing, Cheng, S.Y. Zhang, Deng, J., Wang,
S,. 2006. Urea–Formaldehyde-Resin
Gel Time As Affected by the pH Value, Solid Content, and Catalyst. Journal of Applied Polymer Science. Vol. 103. Hal.
1566-1569. University of Tennessee. Kanada.
Comments