Modul Praktikum Kesetimbangan Uap Cair
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU DASAR TEKNIK KIMIA III
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
Kesetimbangan Uap Cair
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kimia, suatu pencampuran adalah sebuah zat yang
dibuat dengan menggabungkan dua zat atau lebih yang berbeda tanpa reaksi kimia
yang terjadi (obyek tidak menempel satu sama lain). Sementara tak ada perubahan
fisik dalam suatu pencampuran, properti kimia suatu pencampuran, seperti titik
lelehnya, dapat menyimpang dari komponennya. Pencampuran dapat dipisahkan
menjadi komponen aslinya secara mekanis. Pencampuran dapat bersifat homogen
atau heterogen (Tarigan, 2011).
Pada dua fasa atau campuran yaitu campuran uap-cair pada
kesetimbangan, jika semua komponen atau komposisi dapat berupa uapan dan
kondensat, komponen pada satu fasa adalah setimbang dengan komposisi yang sama
dengan fasa lainnya. Hubungan kesetimbangan bergantung pada suhu dan tekanan,
dan terkadang komposisi dari campuran. Asam asetat mempunyai titik didih yang
lebih tinggi dibandingkan dengan air sehingga dalam proses penguapan atau
destilasi akan lebih dulu berbentuk uap. Dalam hal ini terdapat fasa dimana
cairan berubah pertama kali menjadi uap
(bubble point) dan ketika uap pertama kali berubah menjadi menjadi cairan (dew
point) (Himmelblau dan Riggs, 1989).
Destilasi sederhana atau destilasi
biasa adalah teknik pemisahan kimia untuk memisahkan dua atau lebih komponen
yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Suatu campuran dapat dipisahkan
dengan destilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa murni. Senyawa yang
terdapat dalam campuran akan menguap saat mencapai titik didih masing-masing
(Walangare dkk, 2013).
Salah satu aplikasi yang
memfaatkan teori kesetimbangan uap cair yaitu penyulingan minyak biji pala,
dimana metode
yang dapat digunakan untuk memperoleh minyak pala umumnya adalah dengan metode
distilasi uap, distilasi air, distilasi uap-air dan ekstraksi dengan
menggunakan pelarut. (Hidayati, 2015).
Oleh karena itu, maka pemahaman tentang kesetimbangan uap cair sangat diperlukan karena banyak
proses industri kimia yang memerlukan konsep kesetimbangan uap cair dalam pengembangannya. Sehingga penting bagi
seorang sarjana teknik kimia untuk mempelajari kesetimbangan uap cair karena
penerapannya cukup banyak pada proses industri kimia.
1.2
Perumusan Masalah
Perumusan
masalah dalam percobaan kesetimbangan uap cair ini adalah bagaimana cara untuk
mencari hubungan antara komposisi uap dengan komposisi cairan dengan suhu dan
tekanan pada kondisi kesetimbangan uap-cair.
1.3
Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini
adalah untuk mencari hubungan antara komposisi uap dengan komposisi cairan
dengan suhu dan tekanan pada kondisi kesetimbangan uap-cair.
1.4
Manfaat Percobaan
1.
Manfaat dari percobaan ini adalah
praktikan dapat mengetahui hubungan antara komposisi uap dengan komposisi
cairan dengan suhu dan tekanan pada kondisi kesetimbangan uap-cair.
2.
Mengetahui perbedaan produk yang
dihasilkan pada proses percobaan kesetimbangan uap cair baik dalam skala
laboratorium atau skala industri.
1.5
Ruang Lingkup Percobaan
Praktikum Kimia Fisika
dengan modul percobaan Kesetimbangan Uap – Cair ini dilakukan di
Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara dan dalam kondisi ruangan:
Tekanan
Udara :
760 mmHg
Suhu
Ruangan : 30 oC
Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan bahan–bahan
antara lain kalium hidroksida 1 N sebanyak 500 ml, asam asetat (CH3COOH) sebanyak 130 ml dan aquadest (H2O) sebanyak 130 ml dengan dan perbedaan suhu
1,5 °C.
Sedangkan untuk peralatan digunakan alat-alat seperti labu distilasi, termometer, pendingin Leibig, gelas ukur, bunsen, erlenmeyer, buret, piknometer, corong
gelas, statif dan klem.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Kesetimbangan Uap Cair
Istilah "Vapor-Liquid Equilibrium (VLE)" mengacu pada sistem di
mana fasa cair tunggal dikesetimbangan dengan uapnya, diagram skematik
keseimbangan uap-cair. Dalam studi fase kesetimbangan, dimana fase yang
mengandung gradien tidak dianggap karena di dalam gradien ada terjadi kecenderungan
perubahan dengan waktu maka tidak ada keseimbangan yang terjadi. Di sisi lain,
bisa ada dua atau lebih tahap, masing-masing larutan yang homogen di seluruh,
tanpa ada perubahan properti dengan waktu, meskipun berada dalam fase kontak
fisik satu sama lain. Yang terakhir adalah kondisi yang kita dilambangkan
dengan istilah "fase kesetimbangan". Dalam kondisi fase kesetimbangan
ada beberapa sifat yang sangat berbeda antara fase yang identik untuk semua
fase, untuk mencegah perubahan sifat dalam fase individu. Kesetimbangan termodinamika
menentukan bagaimana komponen dalam campuran didistribusikan antara fase.
Sistem ini dalam keadaan setimbang, jika
hanya proses reversibel yang dapat terjadi di dalamnya.
Formulasi ini memungkinkan matematis untuk mengekspresikan kondisi
kesetimbangan. Dalam mempertimbangkan sistem tertutup dimana
tekanan konstan bertindak sebagai satu-satunya kekuatan eksternal. Didalam proses reversibel terjadi
kesetimbangan yang sangat kecil pada suhu dan tekanan konstan,
entalpi bebas dari sistem ini tidak berubah (Maya, dkk. 2012).
2.2 Dew Point dan Bubble Point
Komponen tunggal refrigeran akan menguap atau mengembun pada temperatur tunggal yang disebut titik didih. Selama penguapan, cairan mencapai titik di mana gelembung mulai terbentuk dan cairan mendidih menjadi uap di titik didih.
Ketika tetes terakhir cairan menghilang, input panas tambahan menyebabkan uap menjadi superheat (mencapai suhu di atas titik didih). Selama kondensasi, uap membentuk tetes cairan dan terus mengalami kondensasi pada titik didih. Ketika uap terakhir menghilang, setiap penghapusan tambahan panas menyebabkan cairan menjadi subcool (Suhu lebih rendah dari titik didih) (Lavelle, 2006).
Temperatur dew point terjadi ketika tetesan pertama cairan muncul sebagai campuran uap yang didinginkan (pada tekanan konstan). Temperatur bubble point terjadi ketika gelembung pertama uap muncul sebagai campuran cairan yang dipanaskan (tekanan konstan).
Jika suhu aliran ini diantara dew point dan bubble point, perhitungan cepat isotermal harus dilakukan untuk menentukan kualitas streaming, entalpi dan nilai-nilai entropi (Yousif dan Hisham, 2013).
2.3 Hukum-Hukum Fasa
Hukum-hukum
untuk fasa adalah
sebagai berikut:
2.3.1
Hukum Fasa Gibbs
J.W. Gibbs
(1839-1903) menurunkan suatu persamaan yang mampu menghitung jumlah fasa
yang ada dalam kesetimbangan pada suatu sistem
yang ditentukan atau dipilih.
P + F = C + 2 (Irawan, 2012)
Dengan:
P : jumlah fasa yang ada pada sistem terpilih
F : derajat kebebasan (jumlah
variable (tekanan, suhu, komposisi) yang dapat
diubah bebas tanpa mengubah jumlah fasa dalam kesetimbangan.
C : jumlah komponen dalam sistem
(suatu elemen, campuran atau larutan/ cairan).
(Irawan, 2012).
2.3.2 Hukum Raoult-Dalton
Proses pemisahan campuran cairan biner A dan B menggunakan distilasi
dapat dijelaskan dengan hukum Dalton dan Raoult. Menurut hukum Dalton, tekanan
gas total suatu campuran biner, atau tekanan uap suatu cairan (P), adalah jumlah tekanan parsial dari
masing-masing komponen A dan B (PA
dan PB)
P = PA
+ PB (Maya, dkk., 2012)
Hukum
Raoult menyatakan bahwa pada suhu dan
tekanan tertentu, tekanan parsial uap komponen A (PA) dalam campuran
sama dengan hasil kali antara tekanan uap komponen murni A (PAmurni)
dan fraksi molnya XA
PA = PAmurni
. XA (Maya, dkk., 2012)
Sedang tekanan uap totalnya adalah
Ptot = PAmurni . XA + PBmurni . XB (Maya, dkk., 2012)
Dari persamaan tersebut di atas diketahui bahwa tekanan uap total suatu
campuran cairan biner tergantung pada tekanan uap komponen murni dan fraksi
molnya dalam campuran.
Hukum Dalton dan Raoult merupakan pernyataan matematis yang dapat menggambarkan apa yang terjadi selama distilasi, yaitu menggambarkan perubahan komposisi dan tekanan pada cairan yang mendidih selama proses distilasi (Maya, dkk., 2012).
2.3.3 Hukum Henry
Hukum Henry menyatakan bahwa korelasi keseimbangan untuk sistem ideal dan larutan yang cukup encer dapat dinyatakan dengan:
PA = HCA
(Elisa,
2010)
Dengan :
PA = tekanan parsial ‘A’ di fasa uap
CA = konsentrasi ‘A’ di fasa cair
H = tetapan Henry
(Elisa, 2010)
2.4 Destilasi
Distilasi adalah
salah satu proses pemisahan komponen-komponen kimia yang sudah sangat lama
dikenal. Proses ini memanfaatkan perbedaan komposisi setimbang pad a fasa uap
dan cair. Operasinya berupa penguapan dan pengembunan dan pada umumnya
dijalankan berkali-kali (bertingkat). Karena melibatkan penguapan dan panas
laten penguapan biasanya besar, maka proses ini memerlukan banyak energi
(Sediawan, 2000).
Proses distilasi digunakan untuk memisahkan komponen dari suatu campuran berdasarkan perbedaan titik didih komponennya. Pada proses ini dihasilkan destilat yang dihasilkan mempunyai komposisi dan karakter yang berbeda dari campurannya. Klasifikasi distilasi berdasarkan jumlah komponen dalam campurannya yaitu :
a. Distilasi biner bila campuran yang akan didistilasi terdiri dari dua komponen.
b. Distilasi multi komponen bila campuran yang akan didistilasi terdiri lebih dari dua komponen.
Berdasarkan
penggunaannya proses distilasi terbagi atas :
1.
Flash Distilation
Flash Distilation banyak digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen yang mempunyai titik didih yang besar, biasanya
dengan cara kontinu akan terjadi penguapan suatu fraksi tertentu dari liquid dengan menggunakan separator,
dengan adanya waktu kontak yang cukup dianggap bahwa uap dan liquid tersebut dalam keadaan setimbang.
Uap yang keluar dari separator dikondesasikan dengan kondensor sedang liquid-nya keluar dari bagian bawah
separator. Pada proses ini dianggap bahwa semua komponen yang ada pada fasa liquid dan fasa uap atau kedua fasa yang
berkontak mempunyai temperatur dan tekanan yang sama.
2. Differential Distilation
Adalah distilasi yang dilakukan secara batch dimana campuran didistilasi berdasarkan cara yaitu dengan memanaskan campuran sampai titik didihnya. Pada saat titik didihnya tercapai campuran mulai menguap dan uap yang keluar dikondensasikan menjadi distilat dengan internal kondensor. Dalam distilasi ini titik didih liquid akan naik perlahan-lahan dengan makin berkurangnya komponen-komponen yang volatil sehingga posisi liquid akan berubah secara kontinu, demikian juga sama halnya setiap saat terjadi kesetimbangan antara uap yang terbentuk dan liquid nya.
3. Steam Distilation
Adalah
distilasi campuran liquid dengan
media pemanas steam (uap) yaitu steam yang dikontakkan secara langsung
dengan sistem campuran liquid liquid yang
akan didistilasi dalam suatu operasi batch
atau kontinu.
4. Vaccum Distilation
Suatu campuran yang mempunyai titik didih tinggiakan memerlukan pemanasan yang cukup besar untuk memisahkan pada tekanan atmosfer. Untuk mengurangi pemansan tersebut dilakukan pada tekanan rendah (vaccum) dimana titik didih campuran akan turun.
(Kurniati, 2011).
Sebuah sistem destilasi umumnya mengandung
beberapa komponen utama :
1.
Sebuah Shell vertikal dimana pemisahan komponen liquid terjadi, terdapat pada bagian dalam kolom (internal column) seperti tray
atau plate dan packing yang digunakan untuk meningkatkan derajat pemisahan
komponen.
2.
Sebuah reboiler
untuk menyediakan penguapan yang cukup pada proses destilasi.
3.
Kondenser untuk mendinginkan dan mengkondensasikan uap yang
keluar dari atas kolom.
4. Reflux drum untuk menampung uap yang terkondensasi dari top kolom sehingga liquid (reflux) dapat di recycle kembali ke kolom.
Rumah shell vertikal bagian dalam kolom beserta kondenser dan reboiler membentuk sebuah kolom destilasi. Campuran liquid yang akan diproses dikenal sebagai feed dan diinput pada bagian tengah kolom pada sebuah tray yang dikenal sebagai feed tray. Feed tray dibagi menjadi kolom atas (enriching or rectification) dan kolom bottom (stripping). Feed mengalir ke bawah kolom dikumpulkan pada bagian bawah reboiler. Panas di suplai ke reboiler untuk menghasilkan uap. Sumber panas dapat berasal dari fluida, tetapi kebanyakan juga digunakan steam. Pada penguapan, sumber panas di dapat dari aliran keluar dari kolom lain. Uap terbentuk pada reboiler diinput kembali pada bagian bottom. Liquid dikeluarkan dari reboiler dikenal sebagai produk bottom (Komariah, dkk., 2009).
BAB III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1
Bahan Percobaan
3.1.1 Asam Asetat (CH3COOH)
Fungsi: sebagai sampel
dalam percobaan atau campuran
larutan biner.
Tabel
3.1 Sifat Fisika dan Kimia Asam Asetat.
No |
Sifat Fisika |
Sifat Kimia |
1. |
Titik didih = 116-118 oC |
Korosif terhadap logam |
2. |
Suhu nyala = 485oC |
Campuran uap/udara mudah meledak |
3. |
Densitas = 1,05 g/ml |
Bersifat stabil |
4. |
Densitas uap = 2,07 |
Bereaksi hebat dengan alkalis kuat |
5. |
Kelarutan dalam air = 602,9 g/L |
Bereaksi hebat dengan anhidrat |
(Merck, 2016)
3.1.2 Aquadest (H2O)
Fungsi:
sebagai komponen pelarut campuran biner.
Tabel
3.2 Sifat Fisika dan Kimia Aquadest.
No |
Sifat Fisika |
Sifat Kimia |
1. |
Berat molekul = 18,02 g/ml |
Bersifat stabil |
2. |
Titik didih = 100oC |
Tidak terjadi reaksi polimerisasi |
3. |
Tekanan uap = 2,3 kPa |
Tidak korosif pada kulit |
4. |
Densitas uap = 0,62 |
Tidak mengiritasi kulit |
5. |
pH = 7 |
Tidak korosif pada mata |
(ScienceLab, 2013a)
3.1.3 Kalium
Hidroksida (KOH)
Fungsi: sebagai larutan pentiter dalam percobaan.
Tabel 3.4 Sifat Fisika dan Kimia Kalium Hidroksida.
No. |
Sifat Fisika |
Sifat Kimia |
1. |
Berat molekul = 56,11 g/mol |
Bersifat stabil |
2. |
Titik lebur = 380 oC |
Sangat mudah larut dalam air |
3. |
Titik didih = 1.384 oC |
Sangat reaktif terhadap asam |
4. |
pH = 13 |
Tidak mudah terbakar |
5. |
Berwujud padat |
Sangat korosif pada aluminium |
(Sciencelab, 2013b)
3.1.4
Phenolphthalein (C20H14O4)
Fungsi: sebagai indikator dalam titrasi.
Tabel 3.5 Sifat Fisika dan Kimia Phenolphthalein.
No |
Sifat Fisika |
Sifat Kimia |
1. |
Tekanan uap = 5,7kPa |
Mudah larut dalam air |
2. |
Densitas uap = 1,59 |
Larut dalam aseton |
3. |
Titik lebur = -114,1oC |
Bersifat stabil |
4. |
Suhu kritis = 243oC |
Tidak korosif terhadap kaca |
5. |
Titik didih = 78,5oC |
Reaktif dengan asam |
(ScienceLab,
2013c)
3.2
Peralatan dan Fungsi
Adapun peralatan yang digunakan pada percobaan adalah:
1.
Labu distilasi
Fungsi : wadah untuk distilasi
2.
Termometer
Fungsi : mengukur suhu larutan ketika dipanaskan
3. Pendingin Leibig
Fungsi : mendinginkan distilat
menjadi fase cair
4. Gelas ukur
Fungsi : mengukur volume larutan
5. Bunsen
Fungsi : sebagai sumber
pemanasan
6. Erlenmeyer
Fungsi : wadah untuk membuat larutan
7. Buret
Fungsi : wadah untuk zat pentiter
8. Piknometer
Fungsi : mengukur densitas larutan
9. Corong gelas
Fungsi : memudahkan dalam
penuangan larutan
10. Klem dan statif
Fungsi : merangkai buret untuk proses pentitrasian
3.3
Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan adalah
sebagai berikut:
1.
Asam asetat sebanyak 130 ml dicampurkan dengan aquadest
130 ml.
2.
Campuran tersebut dimasukkan ke dalam
labu distilasi.
3.
Densitas larutan biner ditentukan
dengan menggunakan piknometer.
4.
Larutan dari labu distilasi
dipipet sebanyak 5 ml dan dipindahkan ke labu erlenmeyer.
5.
Phenolphtalein diteteskan dan
kemudian dititer dengan KOH 1 N. Volume KOH yang digunakan dicatat.
6.
Kemudian campuran dalam labu distilasi
dipanaskan perlahan-lahan, hingga tetes pertama distilat keluar, suhu dicatat.
7.
Distilat ditampung dalam erlenmeyer hingga mencapai kenaikan suhu
1,5oC dari keadaan semula.
8.
Volume dan densitas distilat
diukur.
9.
Distilat diambil sebanyak 5 ml
ditambahkan phenolphtalein 3 tetes dan dititer dengan KOH 1 N.
10.
Selanjutnya distilat yang baru,
ditampung dalam labu erlenmeyer yang
lain dan lakukan hal yang sama dengan prosedur (5) dan (6), sehingga tercapai
suhu konstan.
Comments